Jumat, 12 Desember 2014

Acara Derajat Kepenuhan Lambung Ikan



I.             PENDAHULUAN


1.1     Latar Belakang

Pakan memiliki hubungan yang sangat erat dengan morfologi ikan. Dengan mempelajari alat pencernaan pada ikan, maka dapat diketahui apakah ikan tersebut merupakan herbivora, omnivora, maupun karnivora. Pakan yang dikonsumsi ikan akan mengalami proses digesti di dalam sistem pencernaan. Segala sesuatu yang dimakan oleh hewan sebagai makanan yang diperlukan oleh tubuh sebagai sumber energi untuk aktivitas hidupnya berasal dari lingkungannya (Asmawi, 1983).
Pakan sangat dibutuhkan oleh ikan untuk melangsungkan hidupnya. Fungsi utama pakan adalah untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Pakan yang dimakan oleh ikan pertama-tama digunakan untuk kelangsungan mempertahankan hidupnya dan kelebihannya akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Jenis pakan buatan mempunyai banyak kekurangan dibandingkan pakan alami. Komponen penyusun pakan alami lebih lengkap, sehingga ikan cenderung lebih menyukai pakan alami. Segala sesuatu yang dimakan oleh hewan sebagai makanan yang diperlukan oleh tubuh sebagai sumber energi bagi aktivitas hidupnya berasal dari lingkungannya. Selain itu makanan mempunyai peranan penting untuk melaksanakan metabolisme tumbuh dan berkembang, makanan yang dimakan makhluk hidup bermacam-macam jenisnya yang dicerna dengan sistem pencernaan atau organ pencernaan yang dimiliki hewan tersebut (Mahmud, 2012).
Jenis ikan yang dibagi berdasarkan makanannya yaitu ikan pemakan plankton, ikan karnivora, ikan herbivora, ikan omnivora, ikan pemakan detritus, dan ikan pemakan segala. Sehingga dikelompokkan menjadi ikan pemakan jenis makanan sedikit atau sempit  (stenophagic), ikan pemakan jenis makanan banyak atau luas (europhagic), dan ikan pemakan satu jenis (monophagic). Makanan walaupun dikelompokkan beberapa jenis, tetapi semua jenis makanan yang dimakan oleh hewan berperan penting dalam tubuh, karena sebagai sumber energi dalam aktivitas kehidupan dan untuk membantu proses metabolisme dalam tubuh (Effendie, 1997).
Salah satu jenis ikan pemakan jenis makanan sedikit atau sempit (stenophagic) ialah ikan nilem (Osteochilus hasselti). Ikan nilem (Osteochilus hasselti) adalah salah satu spesies ikan yang masuk dalam famili Cyprinidae, sehingga bentuk tubuh ikan nilem hampir serupa dengan ikan mas hanya kepalanya relative lebih kecil. Pada sudut-sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut-sungut peraba. Ikan ini tergolong jenis ikan herbivora, yaitu pemakan tumbuh-tumbuhan, lumut, zooplankton,  fitoplankton, algae, dan lain-lain. Makanan yang dimakan juga berhubungan dengan metabolisme proses pencernaan dalam tubuhnya (Susanto, 2006).
Kebiasaan makan ikan perlu dipelajari guna mengetahui jenis pakan tersebut dengan mengetahui kebiasaan pakan ikan ini dapat dilihat antar hubungan ekologi diantara organisme diperairan tersebut. Pakan merupakan faktor yang menentukan populasi, pertumbuhan dan kondisi ikan, sedangkan macam pakan satu spesies ikan biasanya bergantung pada umur, tempat dan waktu (Effendi, 1979). Aspek kebiasaan makan merupakan informasi bagi pengelolaan sumbedaya perikanan baik untuk kegiatan budidaya rnaupun usaha penangkapan ikan (Asriansyah, 2008).
Analisis lambung ikan merupakan suatu kajian hubungan antara komposisi pakan alami dalam lambung dan habitatnya, seperti plankton, bentos dan lainnya. Ikan yang mempunyai ukuran dan jenis yang sama akan berbeda dalam hal pemilihan pakan. Pakan alami pada beberapa jenis ikan memiliki perbedaan kebiasaan dan kesukaan pada habitat yang sama. Kebiasaan pakan alami tergantung dari golongan ikan (bottom feeder atau survace feeder), sedangkan jenis pakan yang disukai tergantung pada ukuran tubuh serta umur ikan. Analisis lambung tersebut dapat diketahui dengan mengeluarkan isi lambung ikan dan mengetahui  indeks kepenuhan lambung (Effendie, 2002). Studi isi alat pencernaan dan derajat kepenuhan isi lambung dilakukan pada Ikan nilem (Osteochilus hasselti) untuk mengetahui kebiasaan makanan pakan alami maupun seberapa besar derajat kepenuhan lambung Ikan nilem (Osteochilus hasselti) yang telah disediakan di Laboratorium Jurusan Perikanan dan Kelautan Unsoed.

1.2     Tujuan

Tujuan dari praktikum studi isi alat pencernaan dan derajat kepenuhan lambung adalah :
1.             Mengetahui derajat periode makan Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) berdasar derajat kepenuhan lambung.
2.             Mengetahui pakan alami yang disukai oleh Ikan Nilem (Osteochilus hasselti).














II.          TINJAUAN PUSTAKA


2.1     Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)

Ikan nilem (Ostechilus hasselti) merupakan ikan yang memiliki ciri-ciri garis vertikal yang berwarna gelap, tampak pada sirip ekor yang berjumlah enam buah. Garis tubuh seperti itu juga terdapat pada sirip punggung, dan sirip dubur. Ikan nilem mempunyai dua pasang sungut peraba yang terletak pada mulutnya, bentuk mulut relatif lebar dengan mulut yang berkerut sebagai petanda pemakan jasad – jasad penempel, bentuk tubuh ikan nilem (Ostechilus hasselti) menyerupai ikan mas (Cyprinus carpio). Pada sudut-sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut-sungut peraba. Sirip punggung disokong oleh 3 jari-jari keras dan 12 - 18 jari-jari lunak. Sirip ekor bercagak dua, bentuknya simetris. Sirip dubur disokong oleh 3 jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak. Sirip perut disokong oleh 1 jari-jari keras dan jari-jari lunak. Sirip dada disokong oleh 1 jari-jari dan 13 – 15 jari-jari lunak. Jumlah sisik-sisik gurat sisi ada 33 – 36 keping. Ikan nilem (Ostechilus hasselti dapat mencapai panjang tubuh 32 cm, warna tubuhnya hijau abu-abu. Ikan nilem (Ostechilus hasselti) merupakan ikan yang hidup di perairan yang mengalir dan jernih. Oleh karena itu, ikan ini dapat ditemukan di sungai-sungai. Populasi ini hanya cocok dipelihara di daerah sejuk, yang tingginya diatas permukaan air laut mulai dari 150m – 1000m, tetapi yang paling baik adalah di daerah setinggi 800m, dengan suhu air optimum 18oC – 28oC (Murniyati, 2002). Ikan nilem (Ostechilus hasselti) merupakan ikan endemik Indonesia yang berhabitat  di daerah sungai dan rawa-rawa. (Djuhanda et al., 1982).




Ikan nilem (Osteochilus hasselti) menurut Sannin (1969) diklasifikasikan dalam:
                   

Gambar 11. Ikan Nilem  (Sannin,1969)
Kingdom         : Animalia                                                                
Phylum            : Chordata
Class                : Pisces
Subclass          : Actinopterygi
Ordo                : Ostariophysi
Famili              : Cyprinidae
Genus              : Osteochilus
Species            :Osteochilus hasselti

Ikan nilem (Osteochilus hasselti) memakan tumbuhan air karana ikan nilem merupakan ikan herbivora. Ikan nilem (Osteochilus hasselti) termasuk rakus, dan sangat responsif terhadap pellet buatan, bahkan terhadap tumbuhan sekalipun. Sumber protein utama yang sering digunakan pada pembuatan pellet adalah tepung ikan dan kedele, yang bersaing dengan pangan dan pakan ternak. Tumbuhan merupakan alternatif yang tepat sebagai bahan baku pencampur dalam pembuatan pellet karena mudah disediakan, murah dan banyak jenisnya, terutama yang berasal dari limbah pertanian dan gulma perairan (Syamsuri, 2003).
Berdasarkan karakteristik saluran pencernaannya, ikan nilem (Osteochilus hasselti) mempunyai usus yang panjang sehingga tergolong ikan herbivora. Potensi tumbuh cukup tinggi karena mudah beradaptasi terhadap berbagai jenis pakan dan bagian organ pencernaannya pada stadia benih sudah mulai lengkap. Ususnya panjang, bagian akhir dari usus terjadi diferensiasi usus yang lebih lebar yang disebut rectum. Pada bagian ini tidak lagi terjadi pencernaan, fungsinya selain sebagai alat ekskresi, juga membantu osmoregulasi (Kimball, 1983).

2.2     Ikan Hiu (Carcharhius brevipinna)

Ikan cucut atau ikan hiu termasuk kelompok ikan pelagis besar yang memiliki nilai ekonomis. Hampir semua bagian ikan cucut dapat diolah dan dimanfaatkan terutama siripnya yang bernilai ekonomis tinggi (Rahmat, 2011). Ikan cucut hidup di lautan tropis maupun subtropis. Ikan cucut hidup di perairan yang sangat bervariasi salinitasnya, di !aut dekat pantai dan !aut lepas. Terdapat 375-500 jenis yang terdiri atas delapan ordo yang didominasi oleh Carchariniformes diperkirakan ada di bumi (Widodo, 2007).
Ikan cucut atau hiu termasuk dalam kategori ikan-ikan bertulang rawan (elasmobranchii). Cucut merupakan ikan demersal sehingga perlu diketahui kedalaman suatu perairan untuk mengetahui habitatnya. Kedalaman tersebut dapat diketahui dengan menggunakan penginderaan jauh. Penginderaan jauh merupakan suatu cara pengamatan objek tanpa menyentuh objek secara langsung. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyebaran cucut  adalah kedalaman perairan dan suhu, karena kedua faktor ini relatif tidak berubah. Kedalaman rata-rata dimana cucut berada, berkisar antara 70  - 1000 meter, walaupun demikian ada beberapa cucut yang hidup pada kedalaman lebih dari 1000 meter (Widodo, 2007).
Klasifikasi Ikan Hiu (Carcharhius brevipinna) menurut Compagno (2002) yaitu:


Gambar 12. Ikan Hiu (Randall, 1996)
 
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Chordata
Class                : Chondrichthyes
Order               : Carcharhiniformes
Family             : Carcharhinidae
Genus              : Carcharhinus
Spesies            : Carcharhius brevipinna
Ikan cucut yang lebih dikenal dengan nama ikan hiu pada umumnya bersifat predator. Habitatnya bervariasi dari perairan dekat pantai (inshore) sampai palung dalam (trench). Ikan cucut mempunyai ciri-ciri morfologis sebagai berikut:
a.              Bentuk tubuh seperti torpedo dan memiliki ekor yang kuat.
b.             Insang terletak di sisi kiri dan kanan bagian belakang kepala. Insang tidak memiliki tutup, tetapi berupa celah insang (gill openings atau  gill slit). Jumlah celah insang antara 5-7 buah.
c.              Mulut terletak di bagian ujung terdepan bagian bawah.
d.             Gigi triangular.
e.              Ekor pada umumnya berbentuk heterocercal yaitu bentuk cagak dengan cuping bagian atasnya lebih berkembang di banding bagian cuping bawahnya. Bentuk ekor demikian sangat membantu pergerakannya sebagai ikan predator sejati  (Rahmat, 2011).

2.3     Plankton

Plankton adalah organisme renik yang umumnya melayang dalam air, mempunyai kemampuan gerak yang sangat lemah dan distribusinya dipengaruhi oleh gerakan massa air. Fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopis yang melayang-layang di dalam air, mempunyai klorofil sehingga mampu berfotosintesis (Odum 1971). Kelompok fitoplankton terdiri dari alga hijau (Chlorophyta), alga biru-hijau (Cyanophyta), Euglena (Euglenophyta), alga hijau-kuning dan alga coklat keemasan serta Diatomae (Chrysophyta) dan Dinoflagellata (Phyrrophyta) (Boyd 1990).
Menurut Goldman dan Horne (1983) plankton terbagi dalam dua kelompok utama yaitu : Fitoplankton (plankton tumbuhan) merupakan organisme autotrof yaitu dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan nutrien anorganik melalui proses fotosintesis (photoautotrof) dan sintesis kimia (chemoautotrof). Zooplankton (plankton hewani) merupakan organisme heterotrof yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara memanfaatkan organisme lain atau bahan organik sebagai makanannya. Berdasarkan siklus hidupnya plankton dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu holoplankton dan meroplankton. Holoplankton adalah organisme yang selama hidupnya hidup sebagai plankton atau biasa disebut plankton sejati. Meroplankton adalah larva dari suatu organisme yang hidupnya dengan cara memanfaatkan organisme lain atau bahan organik sebagai makanannya.
Fitoplankton selalu hidup di permukaan laut karena, seperti semua tanaman, mereka membutuhkan cahaya untuk fotosintesis, transformasi air dan karbon dioksida menjadi gula rantai pendek. Tidak seperti tanaman terestrial yang harus melawan gravitasi untuk mencapai ke arah matahari, dengan batang yang kuat, batang bercabang dan daun yang, tanaman di zona pelagis yang sangat kecil, mikroskopis, dan bersel tunggal, buoyantly didukung oleh kepadatan air di sekitarnya. Zooplankton, makan sel-sel tumbuhan kecil kita tidak bisa melihat zooplankton tanpa mikroskop. Di laut atau di danau besar di permukaan siang hari, saat kita melihat ke dalam air dari pantai atau dari perahu kecil, kita umumnya tidak terlihat apapun. Namun ketika kita tarik jaring plankton baik melalui air di belakang perahu dan hati-hati memeriksa hasil tangkapan dalam botol kaca bening kita melihat ribuan hewan kecil di dalam tabung (Hamner,2003).

2.4     Sistem Digesti Ikan

Digesti adalah perombakan makanan dari molekul yang kompleks yang dirombak menjadi  molekul yang sederhana, dalam bentuk–bentuk seperti glukosa, asam lemak, dan gliserol serta nutrisi–nutrisi lain yang ada dan bermanfaat bagi tubuh ikan. Kecepatan pemecahan makanan dari tubuh ikan  dari molekul besar kemolekul yang kecil yang akan diabsorpsi oleh tubuh ikan prosesnya disebut laju digesti.  Sedangkan  zat–zat yang dibutuhkan  dan yang akan diabsorpsi  ikan melaui darah juga akan diedarkan keseluruh tubuh  untuk keperluan metabolisme (Djuhanda, 1985).Proses ini diperlukan untuk nutrisi heterotrofik yaitu nutrisi yang seluruhnya tergantung pada molekul organik yang telah terbentuk sebelumnya. Laju digesti pakan pada umumnya berkorelasi dengan laju metabolisme, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah ukuran tubuh hewan dan temperatur. Laju metabolisme  diukur dengan menentukan konsumsi O2 yang diperlukan oleh tubuh dan dimanfaatkan oleh sistem–sistem yang ada dalam tubuh. Proses metabolisme memerlukan energi yang didapatkan dari luar tubuh atau energi yang berasl dari faktor eksternal, maka laju digesti  dapat terjadi dari adanya konsumsi O2 yang langsung berhubungan dengan  adanya laju metabolisme yang terjadi pada tubuh ikan (Djuhanda, 1985).
Proses digesti yang terjadi dalam lambung  dapat diukur dengan mengetahui laju pengosongan lambung, selain dipengaruhi oleh temperatur laju digesti juga dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi, sebab dalam pakan yang akan dikonsumsi ikan banyak terdapat  kandungan–kandungan mineral yang akan diserap oleh usus ikan  melalui  proses pencernaan ynag berlangsung selama ikan mengonsumsi pakan. Pakan ikan yang bervariasi mempengaruhi cepat lambatnya laju digesti, atau cepat lambatnya laju pengosongan lambung pada ikan (Djuhanda, 1985).
Laju digesti dapat terjadi jika pencernaan pada usus berjalan dan makan yang diserap dan dicerna oleh usus melalui suatu gerakan yang disebut dengan gerakan peristaltik pada usus ikan. Gerakan tersebut merupakan gerakan yang dari sifat otot polos dan perangsangan pada sembarang tempat menyebabkan cincin pada usus berkontraksi. Digesti dapat dimanfaatkan dan dipergunakan untuk pertumbuhan serta konsumsi mineral bagi tubuh ikan. Konsumsi moneral tersebut berasal dari makanan yang dimakannya. Pakan pada umumnya harus memenuhi kriteria atau harus mengandung mineral dan komponen–komponen nutrisi yang bermanfaat bagi tubuh ikan. Komponen- komponen nutrisi tersebut terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, dan mineral lainnya, zat-zat tersebut akan bermanfaat sebagai sumber energi dan pertumbuhan (Djuhanda, 1985).

2.5     Lambung Ikan

Lambung merupakan segmen dari pencernaan yang diameternya relatif lebih besar bila dibandingkan dengan segmen lainnya. Besarnya ukuran lambung ini berkaitan dengan fungsinya sebagai penampung makanan. Kemampuan ikan untuk dapat menampung makanan (kapasitas lambung) sangat bervariasi antara jenis ikan yang satu dengan yang lainnya. Secara umum fungsi lambung itu sama yaitu untuk menampung dan mencerna makanan, namun secara anatomis terdapat variasi dalam bentuk. Lambung merupakan bagian dari alat pencernaan pada ikan, dan isinya berupa cairan dan makanan yang telah dicerna oleh mulut. Lambung mempunyai fungsi sebagai penghancur makanan dengan bantuan enzim dan juga berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan cadangan makanan. Jenis ikan berdasarkan makanannya dapat diketahui dengan mengetahui isi dari lambung ikan apakah ikan tersebut merupakan pemakan plankton, ikan buas, tumbuh-tumbuhan, dan pemakan segala. Besar ukuran lambung ini berkaitan dengan fungsinya sebagai penampung makanan. Kemampuan ikan untuk dapat menampung makanan disebut kapasitas lambung. Kapasitas lambung setiap jenis ikan sangat bervariasi. Secara umum fungsi lambung, yaitu untuk menampung dan mencerna makanan, namun secara anatomis terdapat variasi dalam bentuk. Berdasarkan bentuk anatomis terdapat beberapa tipe lambung, yaitu:
a.              Lambung berbentuk memanjang biasanya ditemukan pada beberapa jenis ikan karnivora bertulang sejati.
b.             Lambung berbentuk sifon, terdapat pada ikan golongan chondrichthyes dan kebanyakan ikan teleostei.
c.              Lambung caeca, terdapat pada ikan polypterus, anguilla.
Ikan herbivora memiliki lambung semu yang merupakan penggembungan usus bagian depan (lambung semu) atau yang disebut pseudocoeloem. Pada ikan karnivora umumnya mempunyai lambung yang berbentuk tabung, sedangkan pada ikan omnivora berbentuk kantung. Lambung dapat mengalami modifikasi, yaitu menjadi gizzard yang berfungsi untuk menggiling makanan. Gizzard ini mempunyai dinding (lapisan otot) yang lebih tebal dan kuat dibanding dengan dinding lambung biasa (Effendi, 1997).

2.6     Derajat Kepenuhan Lambung

Derajat kepenuhan lambung (DKL) ikan lebih rendah sebelum proses pemijahan daripada setelah memijah. Berdasarkan kebiasaan makan dan nilai panjang relatif saluran pencernaan, maka ikan tersebut digolongkan kedalam kelompok ikan omnivora. Komposisi pakan ikan tersebut terdiri dari fitoplankton, zooplankton, dan potongan daun serta larva serangga. Komposisi terbesar terdapat pada fitoplankton dan diikuti zooplankton. Berdasarkan waktu makannya Ikan nilem (Ostechilus hasselti) aktif mencari makan pada siang hari atau biasa disebut ikan diurnal (Syamsuri, 2004).










III.      METODE PENELITIAN


3.1     Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan yaitu, gunting bedah, pinset, benang, tabung reaksi, gelas ukur, mikroskop, kaca objek, cover glass, alat suntik, pipet tetes, alat tulis dan kamera digital.

3.1.2  Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, akuades dan ikan nilem sebanyak 8 ekor.

3.2     Metode

Ikan nilem (Ostechilus hasselti) dimatikan, kemudian dibedah secara tepat. Pisahkan semua organ dalam kecuali bagian lambung dan usus. Ikat kedua ujung lambung dengan benang, lalu suntik dengan aquades sampai penuh dengan hati – hati jangan sampai bocor. Gunting bagian depan dan belakang lambung sekitar ikatan. Catat penambahan volume akuades kedalam lambung ikan. Keluarkan isi lambung ke dalam gelas ukur yang sudah di isi akuades dengan volume yang sudah ditentukan. Selisih volume awal dan akhir dihitung dan dicatat. Pengamatan jenis pakan alami dimulai dari mengambil beberapa tetes sampel isi lambung dari gelas ukur, letakkan diatas kaca objek. Tutup dengan cover glass dan amati dengan mikroskop, kemudian catat hasil yang didapat. Data isi lambung diperoleh, dikumpulkan, dan dikelompokkan menurut jenis makanannya, selanjutnya ditabulasikan dalam bentuk tabel dan diagram. Kemudian dianalisis secara deskriptif. Pada jenis-jenis makanan yang dimakan oleh Ikan nilem (Osteochilus hasselti) yaitu dianalisa dengan menggunakan Derajat Kepenuhan Lambung yang dikemukakan oleh Natarjan dan Jhingran dalam bentuk rumusan sebagai berikut:
DKL =  x 100%
(Effendi, 1979).

3.3     Waktu dan Tempat

Penelitian isi alat pencernaan dan derajat kepenuhan lambung ini dilaksanakan pada bulan 12 Oktober 2014 di Laboratorium Jurusansan Perikanan dan Kelautan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

















IV.      HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1     Hasil

Tabel 9. Data Derajat Kepenuhan Lambung Ikan Nilem (Osteochillus hasselti)
Ikan ke-
Volume Total
Volume Material
Volume Aquades
DKL(%)
1
0,6
0,3
0,3
50
2
0,3
0,1
0,2
33,33
3
0,2
0,1
0,1
50
4
0,2
0,1
0,1
50
5
0,2
0,1
0,1
50
6
0,2
0,1
0,1
50
7
0,2
0,1
0,1
50
8
0,2
0,1
0,1
50
9
0,3
0,1
0,2
33,33
10
0,2
0,1
0,1
50
11
0
0
0
0
12
0,4
0,1
0,3
25
13
0,3
0,1
0,2
33,33
14
0
0
0
0
15
0,4
0,2
0,2
50
16
0
0
0
0






Tabel 10. Data Pengamatan Pakan Alami Ikan
No
Nama Spesies
Gambar
1
Nitzschia vermicularis
Sumber : Y. Tsukii, 2005

4.2     Pembahasan

Penelitian studi isi alat pencernaan dan derajat kepenuhan lambung yang dilakukan dengan menggunakan 16 lambung semu ikan nilem (Osteochilus hasselti) yang didapatkan dari hasil pembedahan tubuh ikan nilem (Osteochilus hasselti). Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan hasil derajat kepenuhan lambungnya berbeda-beda. Hal ini berarti bahwa lambung mempunyai kapasitas optimum untuk mencerna makanan berbeda-beda dari 100% kapasitas total lambung. Sisa dari 100 % kapasitas lambung yang sudah berisi makanan tersebut digunakan oleh lambung agar dapat menggiling makanan dan memaksimalkan kontraksi otot lambung. Organisme makanan lainnya tersebar dalam jumlah relatif  berbeda. Sehingga cukup sulit untuk menentukan makanan tambahan, makanan pelengkap, dan makanan pengganti. Hasil volume material yang di dapat dari ikan ke 1 yaitu 0,3 ml, ikan ke 15 yaitu 0,2 ml, ikan ke 2 yaitu 0,1 ml, ikan ke 3 yaitu 0,1 ml, ikan ke 4 yaitu 0,1 ml, ikan ke 5 yaitu 0,1 ml, ikan ke 6 yaitu 0,1 ml, ikan ke 7 yaitu 0,1 ml, ikan ke 8 yaitu 0,1 ml, ikan ke 9 yaitu 0,1 ml, ikan ke 10 yaitu 0,1 ml, ikan ke 12 yaitu 0,1 ml dan ikan ke 13 yaitu 0,1 ml, sedangkan  ikan ke 11 yaitu 0 ml, ikan ke 14 yaitu 0 ml dan ikan ke 16 yaitu 0 ml. Hasil volume didapatkan dengan cara mengurangi volume total dengan volume akuades yang telah diketahui skalanya di gelas ukur. Menurut (Affandi,2002), bahwa volume lambung ikan berpengaruh pada ukuran dari jenis organisme yang dimakan oleh ikan tersebut dan ketersediaan makanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kepenuhan lambung yaitu berat dan ukuran tubuh yang berbeda, perbedaan jenis ikan, ukuran dan bentuk lambung, keadaan tubuh ikan, dan perbedaan habitat ikan. Faktor-faktor ini dipengaruhi oleh kebiasaan makanan. Kebiasaan makanan ikan nilem (Osteochilus hasselti) yaitu ikan pemakan tumbuh-tumbuhan atau herbivora. Makanan yang tersedia di alam dimanfaatkan oleh ikan, pemanfaatan ini dapat diketahui dengan mengambil contoh makanan yang ada pada lambungnya dan dilengkapi dengan daftar pakan harian yang diambil ikan dalam berbagai umur dan ukuran (Syamsuri, 2008).
Setelah didapatkan volume material dari isi lambung ikan nilem (Osteochilus hasselti) dapat ditentukan hasil derajat kepenuhan lambung dari masing-masing ikan. Hasil derajat kepenuhan lambung ikan ke 1 yaitu 50%, ikan ke 3 yaitu 50%, ikan ke 4 yaitu 50%, ikan ke 5 yaitu 50%, ikan ke 6 yaitu 50%, ikan ke 7 yaitu 50%, ikan ke 8 yaitu 50%, ikan ke 10 yaitu 50%, dan ikan ke 15 yaitu 50%, untuk ikan ke 2 yaitu 33,3%, ikan ke 9 yaitu 33,3%, dan ikan ke 13 yaitu 33,3%, untuk ikan ke 12 yaitu 25%, sedangkan ikan ke 11 yaitu 0%, ikan ke 14 yaitu 0%, dan ikan ke 16 yaitu 0%. Pada penelitian ini ditemukan ada beberapa lambung yang tidak berisi atau kosong. Persentase kosong didapatkan karena saat praktikum lambung ikan isi lambung tumpah saat dilakukan penyuntikan. Penyuntikan yang dilakukan lebih dari satu kali menjadi salah satu penyebab gagalnya mendapatkan persentase derajat kepenuhan lambung. Bukan hanya itu Syamsuri (2008), mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara metode penangkapan dengan persentase lambung kosong. Faktor penting yang menyebabkan lambung dalam keadaan kosong, dimungkinkan karena spesies mangsa yang telah dimakana dimuntahkan kembali. Tidak ada data yang membuktikan ada ikan yang dapat memuntahkan kembali makanannya. Kemungkinan lain adalah karena ketika ditangkap sampai pada pembedahaan ikan dalam keadaan hidup dan masih mencerna makanannya. Perut kosong bukan berarti ikan dalam keadaan lapar karena ikan mempunyai waktu makan. Pada ikan nilem memakan plankton dan tanaman air yang melakukan aktivitas makannya berlangsung siang hari dan proses pencernaan makanannya selama 6 jam (Arsyad, 1973). Perbedaan waktu penangkapan akan menyebabkan perbedaan volume lambung pada ikan yang tertangkap.
Ikan nilem (Osteochillus hasselti) merupakan ikan herbivora yang memakan tumbuh-tumbuhan, algae, dan fitoplankton. Dapat dilihat dari komposisi organisme yang dijumpai dalam isi lambung Ikan nilem (Osteochilus hasselti) ternyata bahwa ikan ini tergolong jenis ikan pemakan plankton, dan tanaman. Dapat dilihat dari praktikum jenis pakan alami ikan nilem (Osteochilus hasselti) dari hasil praktikum yaitu Nitzschia vermicularis (fitoplankton) sesuai dengan literature kelompok plankton yang menjadi makanannya berasal dari kelompok Chrysophyta (Yukihana, 2010). Nitzschia vermicularis temasuk (fitoplankton) dari golongan Chrysophyta, hal ini menunjukkan ikan nilem (Osteochilus hasselti) pada komoditas perairan memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengkonsumsi plankton dari jenis Chrysophyta dibanding dengan plankton dari jenis lain. Hal ini dapat disebabkan karena pada umumnya Chrysophyta keberadaanya melimpah dan berada hampir disemua lingkungan perairan, selain itu Chrysophyta relatif lebih mudah untuk dicerna dibandingkan dengan Cyanophyta yang memiliki kadar mucus tinggi dan Clorophyta yang memiliki dinding sel yang tebal (Wijarni,1998).
Indeks pilihan ikan nilem (Osteochilus hasselti) menyukai fitoplankton kelompok Bacillariophycae, Chrysophycae, Chlorophycae, Cyanophycae, Desmidiacae Bacillariophycae dan Desmidiacae. Hasil praktikum yang didapat menunjukkan perbedaan dari referensi tentang pakan alami yang disukai Ikan nilem (Osteochilus hasselti). Variasi kebiasaan makanan diduga sebagai akibat perbedaan habitat kolom air, menurut Allen (2000), ikan kelompok lain (karnivora) ini menempati kisaran kedalaman yang bervariasi antara 40 – 250m. Perbedaan kedalaman memungkinkan adanya perbedaan dalam kondisi lingkungan misalnya kualitas fisik-kimiawi perairan dan ketersediaan makanan. Namun demikian, informasi ini masih belum sepenuhnya meyakinkan karena hasil analisis jenis hewan yang terdapat di dalam lambung ikan-ikan tersebut sulit diidentifikasi karena kondisinya sebagian besar sudah hancur yang diakibatkan baik oleh proses pencernaan maupun pengaruh perubahan tekanan hidrostatis secara drastis (Rahmah et al., 2007).
Ikan nilem (Osteochilus hasselti) tergolong jenis herbivora diketahui tidak hanya melalui jenis makanannya saja melainkan dapat diketahui melalui tipe-tipe lambung ikan. Bentuk lambung biasanya berkaitan dengan jenis dan ukuran makanan yang Dimakan. Lambung ikan yang memakan ikan mempunyai bentuk khas yang memanjang, bentuk ikan herbivora lambung berbentuk kantung lambung sangat spesial dan dapat bermodifikasi dalam penggilingan makanan. Lambung ikan kanivora atau predator berbentuk memanjang dan berdinding elastis sehingga mampu menampung makanan dalam jumlah banyak, sedangkan ikan omnivora tidak mempunyai lambung yang sebenamya namun memiliki usus yang sangat panjang dan tersusun menjadi lipatan-lipatan (Lagler, 1963). Oleh karena itu, lambung ikan nilem (Osteochillus hasselti) termasuk lambung semu dan ususnya lebih panjang dibandingkan dengan ikan karnivora. Pada ikan nilem (Osteochillus hasselti) tidak begitu nyata antara lambung dan usus, sedangkan pengambilan makanan pengeluarannya dari lambung ke usus (Murniyati, 2002).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi derajat kepenuhan lambung menurut (Djuanda, 1981) :
a.       Berat dan ukuran ikan yang berbeda
b.       Perbedaan jenis ikan
c.       Ukuran dan bentuk lambung
d.      Keadaan tubuh ikan
e.       Perbedaan habitat ikan.
Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi pola pakan ikan sehingga berhubungan dengan derajat kepenuhan lambung Ikan nilem (Osteochilus hasselti) antara lain ukuran dan bentuk lambung, temperatur, umur, berat dan ukuran tubuh, aktivitas, stress (keadaan tubuh ikan), jenis kelamin, habitat, kekeruhan (pada visibilitas dan kandungan O2) dan faktor-faktor kimia dalam perairan (kandungan O2, CO2, H2S, pH, dan alkalinitas) (Saanin, 1984).













V.          KESIMPULAN DAN SARAN


5.1     Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan acara praktikum studi isi alat pencernaan dan derajat kepenuhan lambung maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1.             Volume material lambung 16 Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) yaitu dari tertinggi yaitu sebesar 50 % sampai terendah yaitu sebesar 0%.
2.             Pakan alami yang disukai oleh Ikan Nilem (Osteochillus hasselti) merupakan fitoplankton salah satunya terdapat dalam praktikum yaitu Nitzschia vermicularis.

5.2     Saran

Hendaknya praktikan lebih memperhatikan tingkat ketelitian dalam pelaksanaan praktikum.