I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pakan memiliki hubungan yang sangat erat
dengan morfologi ikan. Dengan mempelajari alat pencernaan pada ikan, maka dapat
diketahui apakah ikan tersebut merupakan herbivora, omnivora, maupun karnivora.
Pakan yang dikonsumsi ikan akan mengalami proses digesti di dalam sistem
pencernaan. Segala sesuatu yang dimakan oleh hewan sebagai makanan yang
diperlukan oleh tubuh sebagai sumber energi untuk aktivitas hidupnya berasal
dari lingkungannya (Asmawi, 1983).
Pakan sangat dibutuhkan oleh ikan untuk
melangsungkan hidupnya. Fungsi utama pakan adalah untuk kelangsungan hidup dan
pertumbuhan. Pakan yang dimakan oleh ikan pertama-tama digunakan untuk
kelangsungan mempertahankan hidupnya dan kelebihannya akan dimanfaatkan untuk
pertumbuhan. Jenis pakan buatan mempunyai banyak kekurangan dibandingkan pakan
alami. Komponen penyusun pakan alami lebih lengkap, sehingga ikan cenderung
lebih menyukai pakan alami.
Segala sesuatu yang dimakan oleh hewan sebagai makanan yang diperlukan oleh
tubuh sebagai sumber energi bagi aktivitas hidupnya berasal dari lingkungannya. Selain itu
makanan mempunyai peranan penting untuk melaksanakan metabolisme tumbuh dan
berkembang, makanan yang dimakan makhluk hidup bermacam-macam jenisnya yang
dicerna dengan sistem pencernaan atau organ pencernaan yang dimiliki hewan
tersebut (Mahmud, 2012).
Jenis ikan yang dibagi berdasarkan makanannya
yaitu ikan pemakan plankton, ikan karnivora, ikan herbivora, ikan omnivora,
ikan pemakan detritus, dan ikan pemakan segala. Sehingga dikelompokkan menjadi
ikan pemakan jenis makanan sedikit atau sempit
(stenophagic), ikan pemakan
jenis makanan banyak atau luas (europhagic),
dan ikan pemakan satu jenis (monophagic).
Makanan walaupun dikelompokkan beberapa jenis, tetapi semua jenis makanan yang
dimakan oleh hewan berperan penting dalam tubuh, karena sebagai sumber energi
dalam aktivitas kehidupan dan untuk membantu proses metabolisme dalam tubuh
(Effendie, 1997).
Salah satu jenis ikan pemakan jenis
makanan sedikit atau sempit (stenophagic)
ialah ikan nilem (Osteochilus hasselti).
Ikan nilem (Osteochilus
hasselti) adalah salah satu spesies ikan yang masuk dalam famili Cyprinidae, sehingga bentuk
tubuh ikan nilem hampir serupa dengan ikan mas hanya kepalanya relative lebih
kecil. Pada sudut-sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut-sungut peraba. Ikan ini tergolong jenis ikan herbivora, yaitu pemakan tumbuh-tumbuhan, lumut,
zooplankton, fitoplankton, algae, dan lain-lain. Makanan yang
dimakan juga berhubungan dengan metabolisme proses pencernaan dalam tubuhnya (Susanto, 2006).
Kebiasaan makan ikan perlu dipelajari
guna mengetahui jenis pakan tersebut dengan mengetahui kebiasaan pakan ikan ini
dapat dilihat antar hubungan ekologi diantara organisme diperairan tersebut.
Pakan merupakan faktor yang menentukan populasi, pertumbuhan dan kondisi ikan,
sedangkan macam pakan satu spesies ikan biasanya bergantung pada umur, tempat
dan waktu (Effendi, 1979). Aspek kebiasaan makan merupakan informasi bagi
pengelolaan sumbedaya perikanan baik untuk kegiatan budidaya rnaupun usaha
penangkapan ikan (Asriansyah, 2008).
Analisis lambung ikan
merupakan suatu kajian hubungan antara komposisi pakan alami dalam lambung dan
habitatnya, seperti plankton, bentos dan lainnya. Ikan yang mempunyai ukuran
dan jenis yang sama akan berbeda dalam hal pemilihan pakan. Pakan alami pada
beberapa jenis ikan memiliki perbedaan kebiasaan dan kesukaan pada habitat yang
sama. Kebiasaan pakan alami tergantung dari golongan ikan (bottom feeder atau survace
feeder), sedangkan jenis pakan yang disukai tergantung pada ukuran tubuh
serta umur ikan. Analisis lambung tersebut dapat diketahui dengan mengeluarkan
isi lambung ikan dan mengetahui indeks
kepenuhan lambung (Effendie, 2002). Studi isi alat pencernaan dan derajat
kepenuhan isi lambung dilakukan pada Ikan nilem (Osteochilus hasselti) untuk mengetahui kebiasaan makanan pakan
alami maupun seberapa besar derajat kepenuhan lambung Ikan nilem (Osteochilus hasselti) yang telah
disediakan di Laboratorium Jurusan Perikanan dan Kelautan Unsoed.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum
studi isi alat pencernaan dan derajat kepenuhan lambung adalah :
1.
Mengetahui derajat
periode makan Ikan Nilem (Osteochilus
hasselti) berdasar derajat kepenuhan lambung.
2.
Mengetahui pakan alami
yang disukai oleh Ikan Nilem (Osteochilus
hasselti).
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
Ikan nilem (Ostechilus hasselti) merupakan ikan yang memiliki ciri-ciri garis
vertikal yang berwarna gelap, tampak pada sirip ekor yang berjumlah enam buah.
Garis tubuh seperti itu juga terdapat pada sirip punggung, dan sirip dubur. Ikan nilem mempunyai dua pasang sungut
peraba yang terletak pada mulutnya, bentuk mulut relatif lebar dengan mulut
yang berkerut sebagai petanda pemakan jasad – jasad penempel, bentuk tubuh ikan
nilem (Ostechilus hasselti) menyerupai ikan mas (Cyprinus carpio).
Pada sudut-sudut mulutnya terdapat
dua pasang sungut-sungut peraba. Sirip punggung disokong oleh 3 jari-jari keras
dan 12 - 18 jari-jari lunak. Sirip ekor bercagak dua, bentuknya simetris. Sirip
dubur disokong oleh 3 jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak. Sirip perut
disokong oleh 1 jari-jari keras dan jari-jari lunak. Sirip dada disokong oleh 1
jari-jari dan 13 – 15 jari-jari lunak. Jumlah sisik-sisik gurat sisi ada 33 – 36 keping.
Ikan nilem (Ostechilus
hasselti dapat mencapai panjang tubuh
32 cm, warna tubuhnya hijau abu-abu. Ikan nilem (Ostechilus
hasselti) merupakan ikan yang hidup
di perairan yang mengalir dan jernih. Oleh karena itu, ikan ini dapat ditemukan
di sungai-sungai. Populasi ini hanya cocok dipelihara di daerah sejuk, yang
tingginya diatas permukaan air laut mulai dari 150m – 1000m, tetapi yang paling
baik adalah di daerah setinggi 800m, dengan suhu air optimum 18oC –
28oC (Murniyati, 2002). Ikan nilem (Ostechilus hasselti) merupakan ikan endemik Indonesia yang berhabitat di daerah sungai dan rawa-rawa. (Djuhanda et al., 1982).
Ikan
nilem (Osteochilus hasselti) menurut Sannin (1969) diklasifikasikan
dalam:
|
Phylum
: Chordata
Class : Pisces
Subclass : Actinopterygi
Ordo : Ostariophysi
Famili : Cyprinidae
Genus : Osteochilus
Species :Osteochilus hasselti
Ikan nilem (Osteochilus
hasselti) memakan tumbuhan air
karana ikan nilem merupakan ikan herbivora. Ikan nilem (Osteochilus
hasselti) termasuk rakus, dan sangat responsif terhadap pellet buatan,
bahkan terhadap tumbuhan sekalipun. Sumber protein utama yang sering digunakan
pada pembuatan pellet adalah tepung ikan dan kedele, yang bersaing dengan
pangan dan pakan ternak. Tumbuhan merupakan alternatif yang tepat sebagai bahan
baku pencampur dalam pembuatan pellet karena mudah disediakan, murah dan banyak
jenisnya, terutama yang berasal dari limbah pertanian dan gulma perairan (Syamsuri,
2003).
Berdasarkan karakteristik saluran pencernaannya,
ikan nilem (Osteochilus hasselti) mempunyai usus yang panjang sehingga
tergolong ikan herbivora. Potensi tumbuh cukup tinggi karena mudah beradaptasi
terhadap berbagai jenis pakan dan bagian organ pencernaannya pada stadia benih
sudah mulai lengkap. Ususnya panjang, bagian akhir dari usus terjadi
diferensiasi usus yang lebih lebar yang disebut rectum. Pada bagian ini tidak
lagi terjadi pencernaan, fungsinya selain sebagai alat ekskresi, juga membantu
osmoregulasi (Kimball, 1983).
2.2 Ikan Hiu (Carcharhius brevipinna)
Ikan cucut atau ikan hiu termasuk
kelompok ikan pelagis besar yang memiliki nilai ekonomis. Hampir semua bagian
ikan cucut dapat diolah dan dimanfaatkan terutama siripnya yang bernilai
ekonomis tinggi (Rahmat, 2011). Ikan cucut hidup di lautan tropis maupun
subtropis. Ikan cucut hidup di perairan yang sangat bervariasi salinitasnya, di
!aut dekat pantai dan !aut lepas. Terdapat 375-500 jenis yang terdiri atas
delapan ordo yang didominasi oleh Carchariniformes diperkirakan ada di bumi
(Widodo, 2007).
Ikan cucut atau hiu termasuk dalam
kategori ikan-ikan bertulang rawan (elasmobranchii). Cucut merupakan ikan
demersal sehingga perlu diketahui kedalaman suatu perairan untuk mengetahui
habitatnya. Kedalaman tersebut dapat diketahui dengan menggunakan penginderaan
jauh. Penginderaan jauh merupakan suatu cara pengamatan objek tanpa menyentuh
objek secara langsung. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyebaran
cucut adalah kedalaman perairan dan suhu,
karena kedua faktor ini relatif tidak berubah. Kedalaman rata-rata dimana cucut
berada, berkisar antara 70 - 1000 meter,
walaupun demikian ada beberapa cucut yang hidup pada kedalaman lebih dari 1000
meter (Widodo, 2007).
Klasifikasi Ikan Hiu (Carcharhius brevipinna) menurut Compagno
(2002)
yaitu:
Kingdom : Animalia
Spesies : Carcharhius
brevipinna
Ikan cucut yang lebih dikenal
dengan nama ikan hiu pada umumnya bersifat predator. Habitatnya bervariasi dari
perairan dekat pantai (inshore) sampai palung dalam (trench).
Ikan cucut mempunyai ciri-ciri morfologis sebagai berikut:
a.
Bentuk tubuh seperti torpedo dan
memiliki ekor yang kuat.
b.
Insang terletak di sisi kiri dan kanan
bagian belakang kepala. Insang tidak memiliki tutup, tetapi berupa celah insang
(gill openings atau gill slit). Jumlah
celah insang antara 5-7 buah.
c.
Mulut terletak di bagian ujung terdepan
bagian bawah.
d.
Gigi triangular.
e.
Ekor pada umumnya berbentuk heterocercal
yaitu bentuk cagak dengan cuping bagian atasnya lebih berkembang di banding
bagian cuping bawahnya. Bentuk ekor demikian sangat membantu pergerakannya
sebagai ikan predator sejati (Rahmat,
2011).
2.3 Plankton
Plankton adalah organisme renik yang umumnya
melayang dalam air, mempunyai kemampuan gerak yang sangat lemah dan distribusinya
dipengaruhi oleh gerakan massa air. Fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopis
yang melayang-layang di dalam air, mempunyai klorofil sehingga mampu
berfotosintesis (Odum 1971). Kelompok fitoplankton terdiri dari alga hijau
(Chlorophyta), alga biru-hijau (Cyanophyta), Euglena (Euglenophyta), alga
hijau-kuning dan alga coklat keemasan serta Diatomae (Chrysophyta) dan
Dinoflagellata (Phyrrophyta) (Boyd 1990).
Menurut Goldman dan Horne (1983) plankton
terbagi dalam dua kelompok utama yaitu : Fitoplankton (plankton tumbuhan)
merupakan organisme autotrof yaitu dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
memanfaatkan nutrien anorganik melalui proses fotosintesis (photoautotrof) dan sintesis kimia (chemoautotrof). Zooplankton (plankton
hewani) merupakan organisme heterotrof yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan cara memanfaatkan organisme lain atau bahan organik sebagai makanannya.
Berdasarkan siklus hidupnya plankton dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
holoplankton dan meroplankton. Holoplankton adalah organisme yang selama
hidupnya hidup sebagai plankton atau biasa disebut plankton sejati.
Meroplankton adalah larva dari suatu organisme yang hidupnya dengan cara
memanfaatkan organisme lain atau bahan organik sebagai makanannya.
Fitoplankton selalu hidup di permukaan laut karena, seperti semua tanaman, mereka
membutuhkan cahaya untuk fotosintesis,
transformasi air dan karbon dioksida menjadi gula rantai pendek. Tidak seperti tanaman terestrial yang harus
melawan gravitasi untuk mencapai ke arah matahari, dengan batang yang kuat,
batang bercabang dan
daun yang, tanaman di zona
pelagis yang sangat
kecil, mikroskopis, dan bersel tunggal, buoyantly didukung oleh kepadatan air di sekitarnya. Zooplankton, makan sel-sel tumbuhan kecil
kita tidak bisa melihat zooplankton tanpa mikroskop. Di laut atau di danau besar di permukaan
siang hari, saat kita melihat ke dalam air dari pantai atau
dari perahu kecil, kita umumnya
tidak terlihat apapun. Namun ketika kita tarik jaring plankton
baik melalui air di
belakang perahu dan hati-hati memeriksa hasil tangkapan dalam botol kaca bening kita melihat ribuan hewan kecil
di dalam tabung (Hamner,2003).
2.4 Sistem Digesti Ikan
Digesti
adalah perombakan makanan dari molekul yang
kompleks yang dirombak menjadi molekul
yang sederhana, dalam bentuk–bentuk seperti glukosa, asam lemak, dan gliserol
serta nutrisi–nutrisi lain yang ada dan bermanfaat bagi tubuh ikan. Kecepatan
pemecahan makanan dari tubuh ikan dari
molekul besar kemolekul yang kecil yang akan diabsorpsi oleh tubuh ikan
prosesnya disebut laju digesti.
Sedangkan zat–zat yang
dibutuhkan dan yang akan diabsorpsi ikan melaui darah juga akan diedarkan
keseluruh tubuh untuk keperluan
metabolisme (Djuhanda, 1985).Proses ini diperlukan untuk nutrisi
heterotrofik yaitu nutrisi yang seluruhnya tergantung pada molekul organik yang
telah terbentuk sebelumnya. Laju digesti pakan pada umumnya berkorelasi dengan
laju metabolisme, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah
ukuran tubuh hewan dan temperatur. Laju metabolisme diukur dengan menentukan konsumsi O2
yang diperlukan oleh tubuh dan dimanfaatkan oleh sistem–sistem yang ada dalam
tubuh. Proses metabolisme memerlukan energi yang didapatkan dari luar tubuh
atau energi yang berasl dari faktor eksternal, maka laju digesti dapat terjadi dari adanya konsumsi O2
yang langsung berhubungan dengan adanya
laju metabolisme yang terjadi pada tubuh ikan (Djuhanda, 1985).
Proses
digesti yang terjadi dalam lambung dapat
diukur dengan mengetahui laju pengosongan lambung, selain dipengaruhi oleh
temperatur laju digesti juga dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi, sebab
dalam pakan yang akan dikonsumsi ikan banyak terdapat kandungan–kandungan mineral yang akan diserap
oleh usus ikan melalui proses pencernaan ynag berlangsung selama
ikan mengonsumsi pakan. Pakan ikan yang bervariasi mempengaruhi cepat lambatnya
laju digesti, atau cepat lambatnya laju pengosongan lambung pada ikan (Djuhanda, 1985).
Laju
digesti dapat terjadi jika pencernaan pada usus berjalan dan makan yang diserap
dan dicerna oleh usus melalui suatu gerakan yang disebut dengan gerakan
peristaltik pada usus ikan. Gerakan tersebut merupakan gerakan yang dari sifat
otot polos dan perangsangan pada sembarang tempat menyebabkan cincin pada usus
berkontraksi. Digesti dapat
dimanfaatkan dan dipergunakan untuk pertumbuhan serta konsumsi mineral bagi
tubuh ikan. Konsumsi moneral tersebut berasal dari makanan yang dimakannya.
Pakan pada umumnya harus memenuhi kriteria atau harus mengandung mineral dan
komponen–komponen nutrisi yang bermanfaat bagi tubuh ikan. Komponen- komponen
nutrisi tersebut terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, dan mineral lainnya,
zat-zat tersebut akan bermanfaat sebagai sumber energi dan pertumbuhan
(Djuhanda, 1985).
2.5 Lambung Ikan
Lambung merupakan segmen dari pencernaan
yang diameternya relatif lebih besar bila dibandingkan dengan segmen lainnya.
Besarnya ukuran lambung ini berkaitan dengan fungsinya sebagai penampung
makanan. Kemampuan ikan untuk dapat menampung makanan (kapasitas lambung)
sangat bervariasi antara jenis ikan yang satu dengan yang lainnya. Secara umum
fungsi lambung itu sama yaitu untuk menampung dan mencerna makanan, namun
secara anatomis terdapat variasi dalam bentuk. Lambung merupakan bagian dari
alat pencernaan pada ikan, dan isinya berupa cairan dan makanan yang telah
dicerna oleh mulut. Lambung mempunyai fungsi sebagai penghancur makanan dengan
bantuan enzim dan juga berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan cadangan makanan.
Jenis ikan berdasarkan makanannya dapat diketahui dengan mengetahui isi dari
lambung ikan apakah ikan tersebut merupakan pemakan plankton, ikan buas,
tumbuh-tumbuhan, dan pemakan segala. Besar ukuran lambung ini berkaitan dengan
fungsinya sebagai penampung makanan. Kemampuan ikan untuk dapat menampung
makanan disebut kapasitas lambung. Kapasitas lambung setiap jenis ikan sangat
bervariasi. Secara umum fungsi lambung, yaitu untuk menampung dan mencerna
makanan, namun secara anatomis terdapat variasi dalam bentuk. Berdasarkan
bentuk anatomis terdapat beberapa tipe lambung, yaitu:
a.
Lambung berbentuk memanjang biasanya
ditemukan pada beberapa jenis ikan karnivora bertulang sejati.
b.
Lambung berbentuk sifon, terdapat pada
ikan golongan chondrichthyes dan kebanyakan ikan teleostei.
c.
Lambung caeca, terdapat pada ikan polypterus,
anguilla.
Ikan herbivora memiliki lambung semu yang
merupakan penggembungan usus bagian depan (lambung semu) atau yang disebut pseudocoeloem. Pada ikan karnivora
umumnya mempunyai lambung yang berbentuk tabung, sedangkan pada ikan omnivora
berbentuk kantung. Lambung dapat mengalami modifikasi, yaitu menjadi gizzard yang berfungsi untuk menggiling
makanan. Gizzard ini mempunyai
dinding (lapisan otot) yang lebih tebal dan kuat dibanding dengan dinding
lambung biasa (Effendi, 1997).
2.6 Derajat Kepenuhan Lambung
Derajat kepenuhan lambung (DKL) ikan
lebih rendah sebelum proses pemijahan daripada setelah memijah. Berdasarkan
kebiasaan makan dan nilai panjang relatif saluran pencernaan, maka ikan tersebut
digolongkan kedalam kelompok ikan omnivora. Komposisi pakan ikan tersebut
terdiri dari fitoplankton, zooplankton, dan potongan daun serta larva serangga.
Komposisi terbesar terdapat pada fitoplankton dan diikuti zooplankton.
Berdasarkan waktu makannya Ikan nilem (Ostechilus
hasselti) aktif mencari makan pada siang hari atau biasa disebut ikan diurnal (Syamsuri, 2004).
III. METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat
yang digunakan yaitu, gunting bedah, pinset, benang, tabung reaksi, gelas ukur,
mikroskop, kaca objek, cover glass, alat
suntik, pipet tetes, alat tulis dan kamera digital.
3.1.2 Bahan
Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, akuades dan ikan nilem sebanyak 8
ekor.
3.2 Metode
Ikan nilem (Ostechilus hasselti) dimatikan,
kemudian dibedah secara tepat. Pisahkan semua organ dalam kecuali bagian
lambung dan usus. Ikat kedua ujung lambung dengan benang, lalu suntik dengan
aquades sampai penuh dengan hati – hati jangan sampai bocor. Gunting bagian
depan dan belakang lambung sekitar ikatan. Catat penambahan volume akuades
kedalam lambung ikan. Keluarkan isi lambung ke dalam gelas ukur yang sudah di
isi akuades dengan volume yang sudah ditentukan. Selisih volume awal dan akhir
dihitung dan dicatat. Pengamatan jenis pakan alami dimulai dari mengambil
beberapa tetes sampel isi lambung dari gelas ukur, letakkan diatas kaca objek.
Tutup dengan cover glass dan amati dengan mikroskop, kemudian catat hasil yang
didapat. Data isi lambung diperoleh, dikumpulkan, dan dikelompokkan
menurut jenis makanannya, selanjutnya ditabulasikan dalam bentuk tabel dan
diagram. Kemudian dianalisis secara deskriptif. Pada jenis-jenis makanan yang
dimakan oleh Ikan nilem (Osteochilus
hasselti) yaitu dianalisa dengan menggunakan Derajat Kepenuhan Lambung
yang dikemukakan oleh Natarjan dan Jhingran dalam bentuk rumusan sebagai
berikut:
DKL =
x
100%
(Effendi, 1979).
3.3 Waktu dan Tempat
Penelitian isi alat pencernaan dan derajat kepenuhan lambung
ini dilaksanakan pada bulan 12 Oktober 2014 di Laboratorium
Jurusansan Perikanan dan Kelautan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Ikan
ke-
|
Volume
Total
|
Volume
Material
|
Volume
Aquades
|
DKL(%)
|
1
|
0,6
|
0,3
|
0,3
|
50
|
2
|
0,3
|
0,1
|
0,2
|
33,33
|
3
|
0,2
|
0,1
|
0,1
|
50
|
4
|
0,2
|
0,1
|
0,1
|
50
|
5
|
0,2
|
0,1
|
0,1
|
50
|
6
|
0,2
|
0,1
|
0,1
|
50
|
7
|
0,2
|
0,1
|
0,1
|
50
|
8
|
0,2
|
0,1
|
0,1
|
50
|
9
|
0,3
|
0,1
|
0,2
|
33,33
|
10
|
0,2
|
0,1
|
0,1
|
50
|
11
|
0
|
0
|
0
|
0
|
12
|
0,4
|
0,1
|
0,3
|
25
|
13
|
0,3
|
0,1
|
0,2
|
33,33
|
14
|
0
|
0
|
0
|
0
|
15
|
0,4
|
0,2
|
0,2
|
50
|
16
|
0
|
0
|
0
|
0
|
No
|
Nama Spesies
|
Gambar
|
1
|
Nitzschia vermicularis
|
Sumber : Y.
Tsukii, 2005
|
4.2 Pembahasan
Penelitian studi isi alat pencernaan dan
derajat kepenuhan lambung yang dilakukan dengan menggunakan 16 lambung semu
ikan nilem (Osteochilus hasselti)
yang didapatkan dari hasil pembedahan tubuh ikan nilem (Osteochilus hasselti). Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan
hasil derajat kepenuhan lambungnya berbeda-beda. Hal ini berarti bahwa lambung
mempunyai kapasitas optimum untuk mencerna makanan berbeda-beda dari 100%
kapasitas total lambung. Sisa dari 100 % kapasitas lambung yang sudah berisi
makanan tersebut digunakan oleh lambung agar dapat menggiling makanan dan
memaksimalkan kontraksi otot lambung. Organisme makanan lainnya tersebar dalam
jumlah relatif berbeda. Sehingga cukup
sulit untuk menentukan makanan tambahan, makanan pelengkap, dan makanan
pengganti. Hasil volume material yang di dapat dari ikan ke 1 yaitu 0,3 ml,
ikan ke 15 yaitu 0,2 ml, ikan ke 2 yaitu 0,1 ml, ikan ke 3 yaitu 0,1 ml, ikan
ke 4 yaitu 0,1 ml, ikan ke 5 yaitu 0,1 ml, ikan ke 6 yaitu 0,1 ml, ikan ke 7
yaitu 0,1 ml, ikan ke 8 yaitu 0,1 ml, ikan ke 9 yaitu 0,1 ml, ikan ke 10 yaitu
0,1 ml, ikan ke 12 yaitu 0,1 ml dan ikan ke 13 yaitu 0,1 ml, sedangkan ikan ke 11 yaitu 0 ml, ikan ke 14 yaitu 0 ml
dan ikan ke 16 yaitu 0 ml. Hasil volume didapatkan dengan cara mengurangi
volume total dengan volume akuades yang telah diketahui skalanya di gelas ukur.
Menurut (Affandi,2002), bahwa volume lambung ikan berpengaruh pada
ukuran dari jenis organisme yang dimakan oleh ikan tersebut dan ketersediaan
makanan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi derajat kepenuhan lambung yaitu berat dan ukuran tubuh yang
berbeda, perbedaan jenis ikan, ukuran dan bentuk lambung, keadaan tubuh ikan,
dan perbedaan habitat ikan. Faktor-faktor ini dipengaruhi oleh kebiasaan
makanan. Kebiasaan makanan ikan nilem (Osteochilus hasselti) yaitu ikan pemakan
tumbuh-tumbuhan atau herbivora. Makanan yang tersedia
di alam dimanfaatkan oleh ikan, pemanfaatan ini dapat diketahui dengan mengambil
contoh makanan yang ada pada lambungnya dan dilengkapi dengan daftar pakan
harian yang diambil ikan dalam berbagai umur dan ukuran (Syamsuri, 2008).
Setelah didapatkan volume material dari
isi lambung ikan nilem (Osteochilus
hasselti) dapat ditentukan hasil derajat kepenuhan lambung dari
masing-masing ikan. Hasil derajat kepenuhan lambung ikan ke 1 yaitu 50%, ikan
ke 3 yaitu 50%, ikan ke 4 yaitu 50%, ikan ke 5 yaitu 50%, ikan ke 6 yaitu 50%,
ikan ke 7 yaitu 50%, ikan ke 8 yaitu 50%, ikan ke 10 yaitu 50%, dan ikan ke 15
yaitu 50%, untuk ikan ke 2 yaitu 33,3%, ikan ke 9 yaitu 33,3%, dan ikan ke 13
yaitu 33,3%, untuk ikan ke 12 yaitu 25%, sedangkan ikan ke 11 yaitu 0%, ikan ke
14 yaitu 0%, dan ikan ke 16 yaitu 0%. Pada penelitian ini
ditemukan ada beberapa lambung yang tidak berisi atau kosong. Persentase kosong
didapatkan karena saat praktikum lambung ikan isi lambung tumpah saat dilakukan
penyuntikan. Penyuntikan yang dilakukan lebih dari satu kali menjadi salah satu
penyebab gagalnya mendapatkan persentase derajat kepenuhan lambung. Bukan hanya
itu Syamsuri (2008), mengatakan bahwa tidak
ada hubungan antara metode penangkapan dengan persentase lambung kosong. Faktor
penting yang menyebabkan lambung dalam keadaan kosong, dimungkinkan karena
spesies mangsa yang telah dimakana dimuntahkan kembali. Tidak ada data yang
membuktikan ada ikan yang dapat memuntahkan kembali makanannya. Kemungkinan
lain adalah karena ketika ditangkap sampai pada pembedahaan ikan dalam keadaan
hidup dan masih mencerna makanannya. Perut kosong bukan berarti ikan dalam
keadaan lapar karena ikan mempunyai waktu makan. Pada ikan nilem memakan
plankton dan tanaman air yang melakukan aktivitas makannya berlangsung siang
hari dan proses pencernaan makanannya selama 6 jam (Arsyad, 1973). Perbedaan
waktu penangkapan akan menyebabkan perbedaan volume lambung pada ikan yang
tertangkap.
Ikan nilem (Osteochillus hasselti) merupakan
ikan herbivora
yang memakan tumbuh-tumbuhan, algae, dan fitoplankton. Dapat dilihat dari
komposisi organisme yang dijumpai dalam isi lambung Ikan nilem (Osteochilus hasselti) ternyata bahwa
ikan ini tergolong jenis ikan pemakan plankton, dan tanaman. Dapat dilihat dari
praktikum jenis pakan alami
ikan nilem (Osteochilus hasselti)
dari hasil praktikum yaitu Nitzschia vermicularis
(fitoplankton) sesuai dengan literature kelompok plankton yang menjadi makanannya berasal dari kelompok Chrysophyta
(Yukihana, 2010). Nitzschia vermicularis
temasuk (fitoplankton) dari golongan Chrysophyta, hal ini menunjukkan ikan
nilem (Osteochilus
hasselti) pada komoditas perairan memiliki kecenderungan
lebih tinggi untuk mengkonsumsi plankton dari jenis Chrysophyta dibanding
dengan plankton dari jenis lain. Hal ini dapat disebabkan karena pada umumnya
Chrysophyta keberadaanya melimpah dan berada hampir disemua lingkungan
perairan, selain itu Chrysophyta relatif lebih mudah untuk dicerna dibandingkan
dengan Cyanophyta yang memiliki kadar mucus tinggi dan Clorophyta yang memiliki
dinding sel yang tebal (Wijarni,1998).
Indeks pilihan ikan nilem (Osteochilus
hasselti) menyukai fitoplankton kelompok Bacillariophycae,
Chrysophycae, Chlorophycae, Cyanophycae, Desmidiacae Bacillariophycae dan
Desmidiacae. Hasil praktikum yang didapat menunjukkan perbedaan dari referensi
tentang pakan alami yang disukai Ikan nilem (Osteochilus hasselti).
Variasi kebiasaan makanan diduga sebagai akibat perbedaan habitat kolom air,
menurut Allen (2000), ikan kelompok lain (karnivora) ini menempati kisaran
kedalaman yang bervariasi antara 40 – 250m. Perbedaan kedalaman memungkinkan
adanya perbedaan dalam kondisi lingkungan misalnya kualitas fisik-kimiawi
perairan dan ketersediaan makanan. Namun demikian, informasi ini masih belum
sepenuhnya meyakinkan karena hasil analisis jenis hewan yang terdapat di dalam
lambung ikan-ikan tersebut sulit diidentifikasi karena kondisinya sebagian
besar sudah hancur yang diakibatkan baik oleh proses pencernaan maupun pengaruh
perubahan tekanan hidrostatis secara drastis (Rahmah et al., 2007).
Ikan nilem (Osteochilus
hasselti) tergolong jenis herbivora diketahui tidak hanya
melalui jenis makanannya saja melainkan dapat diketahui melalui tipe-tipe
lambung ikan. Bentuk lambung biasanya berkaitan dengan jenis dan ukuran makanan
yang Dimakan. Lambung ikan yang memakan ikan mempunyai bentuk khas yang
memanjang, bentuk ikan herbivora lambung berbentuk kantung lambung sangat
spesial dan dapat bermodifikasi dalam penggilingan makanan. Lambung ikan
kanivora atau predator berbentuk memanjang dan berdinding elastis sehingga
mampu menampung makanan dalam jumlah banyak, sedangkan ikan omnivora tidak
mempunyai lambung yang sebenamya namun memiliki usus yang sangat panjang dan
tersusun menjadi lipatan-lipatan (Lagler, 1963). Oleh karena itu, lambung ikan nilem (Osteochillus hasselti) termasuk lambung
semu dan ususnya lebih panjang
dibandingkan dengan ikan karnivora. Pada ikan nilem (Osteochillus hasselti) tidak begitu nyata antara lambung dan usus, sedangkan
pengambilan makanan pengeluarannya dari lambung ke usus (Murniyati, 2002).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
derajat kepenuhan lambung menurut (Djuanda, 1981) :
a. Berat dan ukuran ikan yang berbeda
b. Perbedaan jenis ikan
c. Ukuran dan bentuk lambung
d. Keadaan tubuh ikan
e. Perbedaan habitat ikan.
Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi
pola pakan ikan sehingga berhubungan dengan derajat kepenuhan lambung Ikan
nilem (Osteochilus hasselti) antara
lain ukuran dan bentuk lambung, temperatur, umur, berat dan ukuran tubuh,
aktivitas, stress (keadaan tubuh ikan), jenis kelamin, habitat, kekeruhan (pada
visibilitas dan kandungan O2) dan faktor-faktor kimia dalam perairan (kandungan
O2, CO2, H2S, pH, dan alkalinitas) (Saanin,
1984).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan acara praktikum studi isi alat pencernaan dan derajat kepenuhan
lambung maka
dapat
diambil
kesimpulan bahwa:
1.
Volume material lambung 16 Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) yaitu dari
tertinggi yaitu sebesar 50 % sampai terendah yaitu sebesar 0%.
2.
Pakan alami yang disukai oleh Ikan Nilem
(Osteochillus hasselti) merupakan
fitoplankton salah satunya terdapat dalam praktikum yaitu Nitzschia
vermicularis.
5.2 Saran
Hendaknya
praktikan lebih memperhatikan tingkat ketelitian dalam pelaksanaan praktikum.