I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pertumbuhan dalam individu ialah
bertambahnya jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis. Hal ini bisa
terjadi karena terjadi kelebihan input
energi dan asam amino (protein) yang berasal dari makanan. Sehingga dalam
istilah sederhana dapat diartikan sebagai pertambahan ukuran panjang dan jumlah
dalam suatu waktu, namun pada pertumbuhan dalam populasi adalah suatu pertambahan
jumlah (Effendie, 2002).
Menurut Effendie (2002), kelompok
sel-sel suatu jaringan pada bagian tubuh dalam pertumbuhan dapat digolongkan
menjadi bagian yang dapat diperbaharui, bagian yang dapat berkembang, dan
bagian yang statis. Digolongkan dapat diperbaharui karena sel-sel dalam tubuh
mempunyai daya membelah secara mitosis sangat cepat walaupun suatu organisme
tersebut sudah tua. Urat dan daging pada ikan merupakan bagian terbesar dari
tubuhnya. Pertambahan sel-sel pada jaringan tersebut akan berpengaruh terhadap
massa ikan.
Hubungan panjang–berat ikan dalam
biologi perikanan merupakan salah satu informasi pelengkap yang perlu diketahui
dalam kaitan pengelolaan sumber daya perikanan, misalnya dalam penentuan
selektifitas alat tangkap agar ikan–ikan yang tertangkap hanya yang berukuran
layak tangkap. Pengukuran panjang–berat ikan bertujuan untuk mengetahui variasi
berat dan panjang tertentu dari ikan secara individual atau kelompok-kelompok
individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, produktifitas dan
kondisi fisiologis termasuk perkembangan gonad. Analisa hubungan panjang–berat
juga dapat mengestimasi faktor kondisi atau sering disebut dengan index of
plumpness, yang merupakan salah satu hal penting dari pertumbuhan untuk
membandingkan kondisi atau keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau
individu tertentu (Mulfizar, 2012).
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tipe pertumbuhan ikan
berdasarkan ukuran panjang dan berat
serta menghitung faktor kondisi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
merupakan salah satu biota akuatik yang berpotensial untuk dikembangkan menjadi
produk unggulan khususnya pada perikanan budidaya. Ikan ini juga merupakan
komoditi perikanan yang memiliki beberapa keunggulan dari beberapa segi salah
satunya adalah dari segi budidaya. Dilihat dari segi budidaya, ikan ini
termasuk ikan yang mudah dipelihara, memiliki kelangsungan hidup dan reproduksi
yang tinggi. Selain dari segi budidaya yaitu dari segi kelestarian lingkungan. Apabila
dilihat dari segi kelestarian lingkungan, ikan nilem (Osteochillus hasselti)
termasuk dalam biocleaning agent karena memiliki sifat pemakan detritus,
plankton dan perifiton sehingga ikan ini bisa digunakan sebagai pembersih kolam
dan danau. Ikan ini selain pemakan detritus namun juga memakan alga, beberapa
tumbuhan air dan protozoa (Hanjavanit, 2012).
Klasifikasi Ikan Nilem (Osteochilus
hasselti) menurut Djajadiredja
(1990) adalah sebagai berikut :
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Chordata
Class :
Pisces
Order :
Ostariophysi
Family : Cyprinidae
Genus : Ostechilus
Species : Osteochilus
hasselti
2.2 Ikan Kembung (Rastrelliger sp.)
Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) merupakan
ikan pelagis kecil dengan nilai ekonomis menengah sehingga bisa dikatakan
sebagai komoditas yang penting bagi perikanan tangkap. Ikan kembung jantan hidup di perairan pantai dan
tersebar di wilayah Indo-Pasifik barat dengan suhu perairan kurang lebih 17 0C.
Ikan kembung banyak ditemukan di lepas pantai dan pesisir yang dalam. Ikan ini
memakan plankton dan biasa ditemukan bergerombol di kolom perairan. Ikan
kembung cenderung berenang mendekati permukaan air pada waktu malam hari dan
pada siang hari turun ke lapisan yang lebih dalam. Gerakan vertikal ini
dipengaruhi oleh gerakan harian plankton dan mengikuti perubahan suhu, faktor
hidrografis dan salinitas air laut (Utami, 2014).
Klasifikasi Ikan Kembung (Rastrelliger
sp.) menurut
Irmawan (2009) adalah sebagai berikut:
Order : Perciformes
Genus : Rastrelliger
Species : Rastrelliger
sp.
|
2.3 Ikan Kurisi (Nemipterus sp.)
Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) merupakan
salah satu ikan demersal yang memiliki nilai ekonomis penting dan bahkan
dikatakan sebagai hasil perikanan berdaging putih yang memiliki nilai ekonomis
dan banyak dikonsumsi oleh kebanyakan penduduk Asia. Ikan kurisi juga merupakan
salah satu komoditi ekspor sektor perikanan selain udang-udangan dan cephalopoda
yang memiliki nilai gizi tinggi. Ikan kurisi juga dapat ditangkap di seluruh
perairan Indonesia sehingga hasil tangkapan kurisi sangat melimpah dan hampir
tidak mengenal musim. (Sutjipto, 2013).
Klasifikasi ikan Kurisi (Nemipterus
sp.), menurut Saanin (1986) adalah:
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Class : Pisces
Order :
Percomorphi
Family :
Nemipteridae
Genus :
Nemipterus
Species : Nemipterus sp.
|
Ikan
kurisi banyak ditemukan di laut
kedalaman antara 100-330 m.habitatnya di daerah karang dan area dasar
berbatu-batu dengan kedalaman minimal 100 m. Ikan Kurisi ini digolongkan
kedalamikan demersal karena ikan ini memiliki ciri-cirri bentuk mulut yang agak
kebawah dan adanya sungut yang terletak didagunya yang digunakan untuk meraba
dalam usaha pencarian makanan. Ciri-ciri tubuh Ikan Kurisi yaitu tubuhnya
berukuran kecil, berbadan langsing, dan padat (Ullyna, 2014).
2.4 Ikan Hiu (Carcharhinus brevipinna)
Ikan
cucut atau ikan hiu (Carcharhinus
brevipinna) termasuk kelompok ikan pelagis besar yang
memiliki nilai ekonomis. Hampir semua bagian ikan cucut dapat diolah dan
dimanfaatkan terutama siripnya yang bernilai ekonomis tinggi (Rahmat, 2011).
Ikan cucut hidup di lautan tropis maupun subtropis. Ikan cucut hidup di
perairan yang sangat bervariasi salinitasnya, di !aut dekat pantai dan !aut
lepas. Ikan hiu yang ada di dunia
diperkirakan ada 375 - 500 jenis yang terdiri atas delapan ordo yang
didominasi oleh Carchariniformes (Widodo dan Mahiswara, 2007).
Ikan
cucut atau hiu termasuk dalam kategori ikan-ikan bertulang rawan (elasmobranchii). Ikan cucut atau ikan hiu merupakan ikan
demersal sehingga perlu diketahui kedalaman suatu perairan untuk mengetahui
habitatnya. Kedalaman tersebut dapat diketahui dengan menggunakan penginderaan
jauh. Penginderaan jauh merupakan suatu cara pengamatan objek tanpa menyentuh
objek secara langsung. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyebaran
cucut adalah kedalaman perairan dan
suhu, karena kedua faktor ini relatif tidak berubah. Kedalaman rata-rata dimana
cucut berada, berkisar antara 70
- 1000 meter, walaupun demikian ada
beberapa cucut yang hidup pada kedalaman lebih dari 1000 meter (Fakhrurrizal,
2014).
Klasifikasi Ikan Hiu (Carcharhinus
brevipinna) menurut Compagno
(2002) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Species : Carcharhius brevipinna
|
Ikan cucut yang lebih dikenal dengan nama ikan
hiu pada umumnya bersifat predator. Habitatnya bervariasi dari perairan dekat
pantai (inshore) sampai palung dalam (trench). Ikan cucut
mempunyai ciri-ciri morfologis sebagai berikut:
a.
Bentuk tubuh seperti torpedo dan memiliki ekor
yang kuat.
b.
Insang terletak di sisi kiri dan kanan
bagian belakang kepala. Insang tidak memiliki tutup, tetapi berupa celah insang
(gill openings atau gill slit). Jumlah
celah insang antara 5-7 buah.
c.
Mulut terletak di bagian ujung terdepan
bagian bawah.
d.
Gigi triangular.
e.
Ekor pada umumnya berbentuk heterocercal yaitu bentuk cagak dengan
cuping bagian atasnya lebih berkembang di banding bagian cuping bawahnya.
Bentuk ekor demikian sangat membantu pergerakannya sebagai ikan predator
sejati (Rahmat, 2011).
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi
Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor
ini dapat digolongkan menjadi dua bagian yang besar yaitu faktor dalam dan
luar. Faktor-faktor ini ada yang dapat dikontrol dan ada juga yang tidak.
Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sukar dikontrol, diantaranya ialah
keturunan seks, umur parasit dan penyakit. Faktor keturunan dalam suatu kultur dapat
dikontrol dengan mengadakan seleksi untuk mencari ikan yang baik
pertumbuhannya, tetapi di alam tidak ada kontrol yang dapat diterapkan. Faktor
seks juga tidak dapat dikontrol. Ikan betina ada yang pertumbuhannya lebih baik
dari ikan jantan dan sebaliknya ada pula spesies ikan yang tidak mempunyai
pertumbuhan pada ikan betina dan ikan jantan. Kematangan gonad akan tercapai
pertama kali kiranya mempengaruhi pertumbuhan yaitu kecepatan pertumbuhan
menjadi sedikit lambat. Makanan yang dimakan sebagian akan tertuju kepada
perkembangan gonad. Pembuatan sarang, pemijahan penjagaan keturunan membuat
pertumbuhan tidak bertambah karena pada waktu tersebut pada umumnya ikan tidak
makan. Setelah periode tersebut ikan mengembalikan lagi kondisinya dengan
mengambil makanan tersebut seperi sedia kala (Rochmatin, 2014).
2.6 Macam-macam Pertumbuhan
Pola pertumbuhan dapat diketahui dengan
membandingkan nilai b yang didapat dari perhitungan. Pola pertumbuhan jenis
ikan bersifat allometrik positif, terlihat dari nilai b yang lebih besar dari 3
(b>3). Sifat pertumbuhan allometrik positif menunjukkan bahwa pertumbuhan
panjang lebih lambat dibandingkan pertumbuhan bobot ikan. Pertumbuhan
allometrik negatif cenderung pertumbuhan bobotnya lebih lambat dibandingkan
pertumbuhan panjang, sedangkan untuk pertumbuhan isometrik menunjukkan bahwa
pertumbuhan panjang sebanding dengan pertumbuhan bobotnya. Perbedaan ini diduga
dipengaruhi oleh perbedaan kelompok ukuran yang disebabkan oleh perbedaan
kondisi lingkungan (Syahrir, 2013).
III. MATERI DAN METODE
3.1 Materi
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan adalah baki plastik, gunting
bedah, pinset, milimeter blok, alat tulis, timbangan dan kamera.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah delapan ekor Ikan Nilem (Osteochilus hasselti), delapan
ekor Ikan
Kembung
(Rastrelliger sp.) dan
Ikan Hiu (Carcharhinus brevipinna)
3.2 Metode
Ikan Nilem (Osteochilus hasselti), Ikan Kembung
(Rastrelliger sp.) dan Ikan Hiu (Carcharhinus
brevipinna) ditimbang berat tubuhnya dan diukur panjang totalnya kemudian
di catat data yang diperoleh. Untuk Ikan Hiu (Carcharhinus brevipinna)
diukur panjang cagak, panjang sirip punggung, panjang sirip dada, panjang sirip
ekor bawah, serta panjang clasper dan
kemudian dicatat data yang diperoleh. Setelah itu dihitung tipe pertumbuhan dan
faktor kondisi. Pada akhir percobaan dilakukan pembedahan untuk mengetahui
bentuk lambung ikan hiu.
3.3 Waktu dan Tempat
Praktikum pengukuran panjang dan berat
delapan Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) dan delapan ekor Ikan Kembung (Rastrelliger sp.)
dilaksanakan pada hari Minggu, 12 Oktober 2014 pukul 13.00-16.00 WIB. Praktikum
Ikan Hiu (Carcharhinus brevipinna) dilaksanakan
pada hari Minggu, 19 Oktober 2014. Praktikum tersebut dilaksanakan di Laboratorium
Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Jenderal Soedirman.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Ikan Ke-
|
L (cm)
|
Log L
|
W (gr)
|
Log W
|
Log L x Log W
|
(Log L)2
|
1
|
19.5
|
1.29
|
90.0
|
1.95
|
2.52
|
1.66
|
2
|
17.2
|
1.24
|
66.0
|
1.82
|
2.26
|
1.54
|
3
|
18.0
|
1.26
|
79.0
|
1.9
|
2.39
|
1.59
|
4
|
15.7
|
1.20
|
54.5
|
1.74
|
2.09
|
1.44
|
5
|
15.5
|
1.19
|
42.0
|
1.62
|
1.93
|
1.42
|
6
|
21.2
|
1.33
|
119.5
|
2.08
|
2.77
|
1.77
|
7
|
16.4
|
1.21
|
48.5
|
1.69
|
2.04
|
1.46
|
8
|
23.3
|
1.37
|
151.5
|
2.18
|
2.99
|
1.88
|
9
|
16.3
|
1.21
|
63.0
|
1.80
|
2.18
|
1.46
|
10
|
20.0
|
1.30
|
95.0
|
1.98
|
2.57
|
1.69
|
11
|
15.3
|
1.18
|
46.0
|
1.66
|
1.96
|
1.39
|
12
|
19.3
|
1.29
|
107.0
|
2.03
|
2.62
|
1.66
|
13
|
19.5
|
1.29
|
80.0
|
1.90
|
2.45
|
1.66
|
14
|
16.6
|
1.22
|
57.0
|
1.76
|
2.15
|
1.49
|
15
|
15.5
|
1.19
|
51.0
|
1.71
|
2.03
|
1.42
|
16
|
18.4
|
1.26
|
91.0
|
1.96
|
2.47
|
1.59
|
17
|
16.0
|
1.20
|
49.0
|
1.69
|
2.03
|
1.44
|
18
|
15.9
|
1.2
|
61.0
|
1.79
|
2.15
|
1.44
|
19
|
17.1
|
1.23
|
65.0
|
1.81
|
2.23
|
1.51
|
20
|
19.7
|
1.29
|
89.0
|
1.95
|
2.52
|
1.66
|
21
|
19.1
|
1.28
|
85.0
|
1.93
|
2.47
|
1.64
|
22
|
18.3
|
1.26
|
79.0
|
1.90
|
2.39
|
1.59
|
23
|
16.7
|
1.22
|
63.0
|
1.80
|
2.20
|
1.49
|
24
|
16.8
|
1.23
|
56.0
|
1.75
|
2.15
|
1.51
|
25
|
16.9
|
1.23
|
59.5
|
1.77
|
2.18
|
1.51
|
26
|
18.7
|
1.27
|
79.5
|
1.9
|
2.41
|
1.61
|
27
|
17.5
|
1.24
|
65
|
1.81
|
2.24
|
1.54
|
28
|
16.4
|
1.21
|
62.5
|
1.80
|
2.18
|
1.46
|
29
|
17.2
|
1.24
|
70.0
|
1.85
|
2.29
|
1.54
|
30
|
18.7
|
1.27
|
91.0
|
1.96
|
2.49
|
1.61
|
31
|
17.8
|
1.25
|
65.5
|
1.82
|
2.28
|
1.56
|
32
|
15.7
|
1.20
|
44.5
|
1.65
|
1.98
|
1.44
|
∑
|
566,2
|
39.85
|
2325,5
|
58.96
|
73.61
|
49.67
|
Rata-rata
|
17,69
|
72,67
|
Ikan ke-
|
L (cm )
|
Log L
|
W ( gr )
|
Log W
|
Log L x Log W
|
(Log L)2
|
1
|
20
|
1.30
|
88.5
|
1.95
|
2.54
|
1.69
|
2
|
20.7
|
1.32
|
88.5
|
1.95
|
2.57
|
1.74
|
3
|
21.0
|
1.32
|
102.0
|
2.01
|
2.65
|
1.74
|
4
|
21.3
|
1.33
|
102.0
|
2.01
|
2.67
|
1.77
|
5
|
19.7
|
1.29
|
75.5
|
1.88
|
2.43
|
1.66
|
6
|
25.4
|
1.40
|
167.5
|
2.22
|
3.11
|
1.96
|
7
|
23.3
|
1.37
|
128
|
2.11
|
2.89
|
1.88
|
8
|
25.0
|
1.40
|
144.5
|
2.16
|
3.02
|
1.96
|
9
|
24.5
|
1.39
|
161.0
|
2.21
|
3.07
|
1.93
|
10
|
23.0
|
1.36
|
124.0
|
2.09
|
2.84
|
1.85
|
11
|
21.0
|
1.32
|
97.0
|
1.99
|
2.63
|
1.74
|
12
|
21.2
|
1.33
|
94.0
|
1.97
|
2.62
|
1.77
|
13
|
20.5
|
1.31
|
93.0
|
1.97
|
2.58
|
1.72
|
14
|
19.5
|
1.29
|
89.0
|
1.95
|
2.52
|
1.66
|
15
|
20.0
|
1.30
|
88.0
|
1.94
|
2.52
|
1.69
|
16
|
19.5
|
1.29
|
93.0
|
1.97
|
2.54
|
1.66
|
∑
|
345.6
|
21.32
|
1735.5
|
32.38
|
43.20
|
28.42
|
Rata-rata
|
21.6
|
|
108.47
|
|
|
|
Tabel 3.
D
Ikan ke-
|
L (cm)
|
Log L
|
W (gr)
|
Log W
|
Log L x Log W
|
(Log L)2
|
1
|
20.3
|
1.31
|
103
|
2.01
|
2.63
|
1.72
|
2
|
19
|
1.28
|
80
|
1.90
|
2.43
|
1.64
|
3
|
21.7
|
1.34
|
114
|
2.06
|
2.76
|
1.80
|
4
|
22.2
|
1.35
|
143
|
2.16
|
2.91
|
1.82
|
5
|
19.3
|
1.29
|
100
|
2.00
|
2.58
|
1.66
|
6
|
18.5
|
1.27
|
81
|
1.91
|
2.43
|
1.61
|
7
|
21.7
|
1.34
|
106
|
2.03
|
2.72
|
1.80
|
8
|
19.9
|
1.30
|
100
|
2.00
|
2.60
|
1.69
|
9
|
21.2
|
1.33
|
106.5
|
2.03
|
2.70
|
1.77
|
10
|
25
|
1.40
|
108
|
2.03
|
2.84
|
1.96
|
11
|
19
|
1.28
|
87.5
|
1.94
|
2.48
|
1.64
|
12
|
20.5
|
1.31
|
87.4
|
1.94
|
2.54
|
1.72
|
13
|
21
|
1.32
|
118.5
|
2.07
|
2.73
|
1.74
|
14
|
21.3
|
1.33
|
98.5
|
1.99
|
2.65
|
1.77
|
15
|
20
|
1.30
|
98
|
1.99
|
2.59
|
1.69
|
16
|
19.9
|
1.30
|
91.5
|
1.96
|
2.55
|
1.69
|
∑
|
330.5
|
21.05
|
1652.9
|
32.02
|
42.15
|
27.72
|
Rata-rata
|
20.66
|
|
103.31
|
|
|
|
No
|
Panjang Total (cm)
|
Panjang Cagak (cm)
|
Panjang Sirip
Punggung
(cm)
|
Panjang Sirip Dada (cm)
|
Panjang Sirip Ekor
Bawah
(cm)
|
Panjang Clasper (cm)
|
Jenis Kelamin
|
Clasper
|
Berat (gr)
|
1
|
49,8
|
39,4
|
4,2
|
5,9
|
5,3
|
6
|
Jantan
|
NFC
|
518
|
2
|
43,5
|
33,4
|
6,0
|
5,2
|
4,4
|
5
|
Jantan
|
FC
|
397
|
3
|
52,7
|
43
|
4,0
|
4,5
|
1,3
|
-
|
Betina
|
-
|
602
|
4
|
46,0
|
38
|
5,7
|
5,4
|
5
|
5,3
|
Jantan
|
FC
|
423
|
Keterangan
:
NC : Non Calcification
NFC :
Non Full Calcification
FC : Full Calsification
No
|
L (cm)
|
Log L
|
W (gr)
|
Log W
|
Log L x Log W
|
(Log L)2
|
1
|
49,8
|
1,70
|
518
|
2,71
|
4,61
|
2,89
|
2
|
43,5
|
1,64
|
397
|
2,60
|
4,26
|
2,69
|
3
|
52,7
|
1,73
|
602
|
2,78
|
4,81
|
2,99
|
4
|
46
|
1,66
|
423
|
2,63
|
4,37
|
2,76
|
∑
|
192
|
6,73
|
1940
|
10,72
|
18,05
|
11,33
|
Rata-rata
|
48
|
|
486
|
|
|
|
JenisKelamin
|
Panjang Total (cm)
|
Berat (gr)
|
Jantan
|
23,3
|
52
|
Betina
|
22,3
|
43
|
Tabel 7. Data Pertumbuhan Anak Ikan Hiu (Carcharhinus brevipinna)
No
|
L (cm)
|
Log L
|
W (gr)
|
Log W
|
Log L x Log W
|
(Log L)2
|
1
|
23,3
|
1,37
|
52
|
1,72
|
2,36
|
1,88
|
2
|
22,3
|
1,35
|
43
|
1,63
|
2,20
|
1,82
|
∑
|
45,6
|
2,72
|
95
|
3,35
|
4,56
|
3,7
|
Rata-rata
|
22,8
|
|
47,5
|
|
|
|
4.2 Pembahasan
Berdasarkan data
hasil praktikum didapatkan, rata-rata
pertumbuhaan panjang Ikan Nilem adalah 17,69 cm; rata-rata panjang Ikan Kembung
adalah 21.6 cm; dan rata-rata panjang Ikan Kurisi adalah 20,66 cm. Sedangkan
rata-rata pertumbuhan berat Ikan Nilem adalah 72,67 gram; rata-rata berat Ikan
Kembung adalah 108.47 gram dan rata-rata berat Ikan Kurisi adalah 103,31 gram. Data tersebut kemudian diolah dan didapatkan nilai b
pada Ikan Nilem sebesar 1,95; pada Ikan Kembung sebesar 4,79; dan pada Ikan
Kurisi sebesar 0,92. Sehingga dapat dikatakan bahwa Ikan Nilem dan Ikan Kurisi
memiliki pertambahan panjang lebih cepat dari pada pertambahan beratnya atau
pertumbuhannya allometrik negatif.
Ikan Kembung memiliki pertambahan berat ikan lebih cepat dari pada pertambahan
panjangnya atau pertumbuhan allometrik positif.
Pertumbuhan
adalah perubahan ukuran individu, biasanya pertumbuhan diukur dalam satuan
panjang, berat dan atau energi. Dalam hubungannya dengan waktu, pertumbuhan
didefinisikan sebagai ukuran rata-rata ikan pada waktu tertentu (pertumbuhan
mutlak) dan perubahan panjang atau berat pada awal periode (pertumbuhan nisbi)
(Syahrir, 2013). Menurut Arief (2011) pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor
internal yang meliputi keturunan (spesies ikan), sex (tingkat reproduksi), umur
ikan, metabolisme standar, ransum makanan. Sedangkan faktor eksternal meliputi protein, karbohaidrat, lemak dan
mineral.
Arief (2011) menjabarkan
faktor eksternal sebagai berikut :
a.
Protein
Setiap ikan
membutuhkan kadar protein yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya dan
dipengaruhi oleh umur/ukuran ikan, namun pada umumnya ikan membutuhkan protein
sekitar 35–50% dalam pakannya.
b.
Karbohidrat
Kadar
optimum karbohidrat pakan untuk golongan ikan karnivora adalah 10-20% dan
golongan omnivora adalah 30-40%. Karbohidrat dalam pakan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi metabolisme basal
dan maintenance sedangkan protein pakan dapat dipergunakan sepenuhnya untuk
pertumbuhan.
c.
Vitamin
Kebutuhan
vitamin dan mineral pada pakan ikan nilem,
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ukuran ikan, temperatur media
pemeliharaan dan komposisi pakan. Pada pembuatan pakan komersial, pemberian
vitamin dan mineral dapat dilebihkan menjadi 2-5 kali dari kebutuhan dasar. Hal
ini dikarenakan pada proses pembuatan pelet, mengalami teknik extrution yang menggunakan suhu tinggi
sehingga memungkinkan vitamin dan mineral rusak dan larut.
d.
Lemak
Lemak pada
pakan mempunyai peranan penting bagi ikan, karena berfungsi sebagai sumber
energi dan asam lemak esensial, memelihara bentuk dan fungsi membran atau
jaringan sel yang penting bagi organ tubuh tertentu, membantu dalam penyerapan
vitamin yang terlarut dalam lemak, bahan baku hormon dan untuk mempertahankan
daya apung tubuh.
e.
Mineral
Kebutuhan
ikan akan mineral bervariasi, bergantung kepada jenis ikan, stadia, status
reproduksi, jenis pakan alami yang biasa dimakan, lingkungan hidup dan
kemampuan ikan tersebut dalam menyerap mineral dari lingkungan hidupnya.
Faktor
Eksternal lainnya menurut Roesma (2011) antara lain :
a.
Suhu
Pengaruh
suhu terhadap ikan adalah dalam proses metabolisme, seperti pertumbuhan dan
pengambilan makanan, aktivitas tubuh, seperti kecepatan renang, serta dalam
rangsangan syaraf.
b.
Salinitas
Salinitas merupakan
salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi dan secara
langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme antara lain yaitu mempengaruhi
laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan, dan
daya kelangsungan hidup.
c.
DO (Oksigen Terlarut)
Oksigen
terlarut merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme. Perubahan
konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek langsung yang berakibat
pada kematian organisme perairan. Sedangkan pengaruh yang tidak langsung adalah
meningkatkan toksisitas bahan pencemar yang pada akhirnya dapat membahayakan
organisme itu sendiri. Hal ini disebabkan oksigen terlarut digunakan untuk
proses metabolisme dalam tubuh dan berkembang biak.
d.
pH
pH merupakan
suatu pernyataan dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam air,
besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H. Besaran pH
berkisar antara 0–14, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam
sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa, untuk pH = 7 disebut
sebagai netral. Perairan dengan pH < 4 merupakan perairan yang sangat asam
dan dapat menyebabkan kematian makhluk hidup, sedangkan pH > 9,5 merupakan
perairan yang sangat basa yang dapat menyebabkan kematian dan mengurangi produktivitas
perairan. Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif lebih stabil dan
berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7–8,4. pH
dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer)
yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya.
Faktor
kondisi Ikan Nilem sebesar 1312,72, Ikan Kembung 1076,34 dan, Ikan Kurisi
1171,52 maka dapat disimpulkan bahwa ikan-ikan tesebut kurus. Hal ini sesuai
dengan Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1979) bahwa ikan yang
badannya agak pipih. memiliki faktor kondisi berkisar antara 2-4 dan untuk ikan
yang badannya kurang pipih memiliki faktor kondisi antara 1-3. Harga Faktor
kondisi tergantung pada jumlah kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad,
makanan, jenis kelamin dan umur ikan.
Ikan hiu
bersifat "euryhalin",
derajat toleransinya tinggi
terhadap salinitas, sehingga dapat hidup di perairan payau dan perairan tawar
(sungai dan danau), selain laut sebagai habitat utamanya (Manik, 2004). Ikan ini merupakan penghuni umum dari perairan pantai kurang dari 30 m dalam yang menunjukkan bahwa ikan hiu
bergerak sedikit selama musim panas pertama mereka. Pertumbuhan diperkirakan
mereka adalah
23 – 24 cm Fork Length pada
tahun pertama (Aubrey, 2005).
Ikan cucut atau ikan hiu termasuk dalam sub kelas Elasmobranchii. Ikan cucut atau
ikan hiu
termasuk hewan vivipar dan ovovivipar dengan fekunditas yang rendah,
pertumbuhan dan kematangan gonadnya yang lambat, siklus reproduksi dan siklus
hidupnya panjang (Fakhrurrizal, 2014). Carcharhinus brevipinna adalah vivipar, dengan plasenta kuning telur. Telur ovarium pada Carcharhinus brevipinna tidak terus matang selama kehamilan (Joung,
2005).
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan terhadap panjang dan berat Ikan Hiu dewasa, secara
berurutan didapatkan hasil bahwa Ikan Hiu jantan pertama memiliki ukuran
panjang 49,8 cm dan berat 518 gram, Ikan Hiu jantan kedua memiliki panjang 43,5
cm dan berat 397 gram, Ikan Hiu betina memiliki panjang 52,7 cm dan berat 602
gram sedangkan Ikan Hiu jantan ketiga memiliki panjang 46 cm dan berat 423 gram. Hasil pengukuran panjang anak Ikan Hiu memperoleh
suatu hasil Ikan Hiu jantan mempunyai ukuran panjang 23,3 cm dan berat 52 gram,
Ikan Hiu betina memiliki panjang 22,3 cm dan berat 43 gram. Dari hasil ini
dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya panjang dan berat pada Ikan Hiu betina
lebih besar dibandingkan dengan Ikan Hiu jantan. Hal ini sesuai dengan Suwarni (2009) yang menyatakan bahwa kisaran panjang total dan
bobot total ikan betina lebih besar dibandingkan dengan jantan. Hal ini diduga
karena adanya perbedaan pola pertumbuhan, lingkungan, ketersediaan makanan dan
perbedaan ukuran pertama kali matang gonad. Apabila pada suatu perairan
terdapat perbedaan ukuran dan jumlah dari salah satu jenis kelamin, kemungkinan
disebabkan oleh perbedaan pola pertumbuhan, perbedaan ukuran pertama kali
matang gonad, perbedaan masa hidup, dan adanya pemasukan jenis ikan atau spesies
baru pada suatu populasi ikan yang sudah ada.
Pengamatan
mengenai hubungan panjang dan berat, tentunya akan didapatkan nilai b sebagai
penunjuk bagaimana pertumbuhan Ikan Hiu (Carcharhinus
brevipinna). Hasil
pengukuran menunjukkan bahwa perhitungan nilai a sebesar -0,67 dan nilai b
sebesar 1,99. Nilai b tersebut dapat dikategorikan lebih kecil dari 3 sehingga
pola pertumbuhannya bersifat allometrik
negatif karena pertambahan panjang ikan lebih cepat daripada pertambahan
beratnya (b < 3), sedangkan hubungan panjang dan berat pada pertumbuhan anak Ikan Hiu (Carcharhinus brevipinna) didapat
perhitungan nilai a sebesar -4 dan nilai b sebesar 4,17. Hasil ini menunjukkan
bahwa nilai b lebih besar dari 3 sehingga pola pertumbuhannya bersifat allometrik
positif karena pertambahan berat ikan lebih cepat daripada pertambahan
panjangnya (b > 3). Hal ini sesuai dengan Manik (2009)
yang menyatakan bahwa jika b = 3, maka pertumbuhannya isometris, yaitu tingkat
pertumbuhan panjang, lebar dan tinggi ikan adalah sama, atau pertumbuhan ikan
yang bentuk dan berat jenisnya tidak berubah selama proses pertumbuhannya. Jika
tidak sama dengan 3, pertumbuhannya allometrik,
yaitu alometris positif apabila b
> 3; dan allometris negatif
apabila b < 3. Metode atau
cara
mengetahui posisi kurva - kurva hubungan panjang–berat bulanan yang diperoleh
itu sejajar, berimpit atau berpotongan, maka dilakukan Uji-F melalui analisa kovarian.
Faktor kondisi pada pengamatan ikan hiu dewasa adalah
438,55 dan ikan hiu anakan 400,76. Faktor kondisi (FK)
menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk
survival dan reproduksi. Di dalam penggunaan secara komersil, kondisi ini
mempunyai arti kualitas dan kuantitas daging yang tersedia. Jadi kondisi ini
dapat memberikan keterangan baik secara biologis maupun secara komersil. Faktor
kondisi setiap jenis ikan secara umum relatif tidak berbeda jauh dan sebaran
nilai faktor kondisi relatif seragam. Faktor
yang mempengaruhi FK bergantung pada makanan, umur, spesies, jenis kelamin, dan
tingkat kematangan gonad (Syahrir, 2013).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pengamatan yang telah dilakukan, adapun kesimpulannya adalah sebagai
berikut :
1.
Hasil perhitungan diperoleh nilai b Ikan
Nilem adalah 1,95; pada Ikan Kembung adalah 4,79; dan nilai b Ikan Kurisi
adalah 0,92. Pertambahan panjang Ikan Nilem dan Ikan Kurisi lebih cepat dari
pada pertambahan beratnya (b < 3). Karena tidak seimbang maka disebut allometrik negatif
dimana pertambahan panjang ikan tersebut lebih cepat
dari pada pertambahan beratnya. Sedangkan pertambahan berat Ikan Kembung lebih cepat
dari pertambahan panjangnya (b > 3) dan disebut allometrik positif.
2.
Hubungan pertumbuhan panjang dan berat ikan hiu
dewasa bersifat allometrik negatif karena
pertambahan panjang ikan lebih cepat daripada pertambahan beratnya (b < 3)
dengan nilai a -0,67 dan b sebesar 1,99. Sedangkan pada pertumbuhan panjang dan
berat ikan hiu anakan bersifat allometrik positif karena
pertambahan berat ikan
lebih cepat daripada pertambahan panjangnya (b > 3)
dengan nilai a sebesar -4 dan nilai b sebesar 4,17.
3.
Faktor kondisi pada Ikan Nilem adalah 1312,7; pada Ikan Kembung
1076,34 dan pada Ikan Kurisi 1171,52.
4.
Nilai faktor kondisi untuk ikan hiu
dewasa sebesar 438,55 sedangkan untuk ikan hiu anakan memiliki nilai faktor
kondisi 208,33.
5.2 Saran
Hendaknya praktikan
lebih memperhatikan tingkat ketelitian dalam pelaksanaan praktikum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar