1.1 Latar Belakang
Telur ikan adalah sel gamet betina yang
mempunyai program perkembangan untuk menjadi individu baru, setelah program
perkembangan tersebut diaktifkan oleh spermatozoa. Sifat khusus telur ikan
antara lain adalah ukurannya besar, memiliki bungkus telur, memiliki mikrofil
dan memiliki cadangan makanan. Sifat telur ikan secara umum yaitu memiliki
kemampuan berkembang menjadi suatu individu. Sifat lainnya adalah sel telur
yang tenggelam dan melayang. Serta memiliki polaritas ada dua kutub berlawanan
yang berbeda (Costa, 2009).
Tidak semua telur ikan memiliki bentuk yang
sama, namun ada juga telur yang mempunyai bentuk, warna, dan ukuran yang
berbeda atau hampir sama. Seperti pada spesies yang ada dalam satu genus atau
yang berdekatan dengan faktor pembeda yang sangat kecil dan bergantung pada
spesiesnya (Costa, 2009).
Ikan nilem (Osteochilus
hasselti) mempunyai struktur telur yang tidak terlalu kecil, telur ikan
nilem tidak mudah rusak dan mampu bertahan lebih lama dibandingkan ikan ikan
yang lain. Banyak para ahli mengamati morfologi telur dengan mengawetkan telur
terlebih dahulu dengan formalin, larutan gilson, atau dengan cara didinginkan
dan selanjutnya telur akan diamati dengan mikroskop atau dengan menggunakan
loup (Effendi, 1997).
Secara struktural sel telur ikan sangat berbeda
dari sel tubuh lainnya, tetapi sama dengan sel telur lainnya yaitu memiliki
organel telur khusus sel telur yang disebut kortikel, granula, atau kortikel
alveoli (Effendi, 1997). Ada empat struktur yang khusus pada telur ikan yang
sangat mencolok yaitu : ukurannya besar, memiliki bungkus telur, memiliki
cadangan makanan, memiliki mikrofil (Nugraha, 2012).
Ikan nilem umumnya hidup di sungai-sungai yang
berarus sedang dan berairan jernih. Selain itu juga bisa ditemui hidup di
rawa-rawa. Hewan ini dikelompokkan sebagai ikan omnivore (pemakan segala),
pakannya terdiri dari detritus, jasad-jasad penempel, perifiton, dan epifiton,
sehingga ikan ini lebih sering hidup di dasar perairan. Selain itu, juga
merupakan pemakan lumut-lumutan dan tumbuhan air. Pada stadia benih atau larva,
ikan ini menyenangi fitoplankton dan zooplankton (Khairuman dan Amri, 2008 ;
Pratiwi. 2011).
1.2 Tujuan
Tujuan
dari praktikum ini adalah mengamati bentuk, warna, dan struktur telur pada
beberapa spesies ikan serta mengamati diameter telur menggunakan mikrometer.
I. TINJAUAN PUSTAKA
Di Indonesia ikan nilem dikenal dengan nama
nilem, lehat, magut, regis, milem, muntu, palung, palau, puyau, asang, penopa,
dan karper (Saanin, 1984). Daerah penyebarannya meliputi: Malaysia, Thailand,
Vietnam, Kamboja, Indonesia (pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi)
(Djajadireja et al. 1997).
(Khairuman,
2008)
|
Phylum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Familia : Cyprinidae
Genus : Osteochilus
Spesies : Osteochilus
hasselti C.
Ikan
nilem mampu hidup dan berkembang biak pada perairan jernih, berpasir serta
berada pada kawasan berelevansi tinggi. Ikan nilem memiliki potensi reproduksi
yang cukup tinggi. Pemijahan ikan nilem secara alami dimulai pada awal musim
penghujan dan bersifat ovipar (pembuahan terjadi di luar tubuhnya). Ikan betina
mulai memijah pada umur 1 tahun dengan berat di atas 120 gr serta dapat
menghasilkan telur sebanyak 8.000 – 11.000 butir telur dan memijah sepanjang
tahun. Induk ikan jantan nilem mulai memijah pada umur sekitar satu tahun dengan
panjang 20 cm dan berat antara 80-100 gr (Cholik et al., 2005).
Ikan
memiliki ukuran dan jumlah telur yang berbeda tergantung tingkah laku dan
habitatnya. Sebagian ikan memiliki telur berukuran kecil dengan jumlah banyak
dan ada juga ikan yang memiliki telur berukuran besar dengan jumlah yang
sedikit. Kegiatan reproduksi pada setiap jenis hewan air berbeda-beda,
tergantung kondisi lingkungannya (Fujaya 2004).
Telur
ikan adalah sel gamet betina yang mempunyai program perkembangan untuk menjadi
individu baru, setelah program perkembangan tersebut diaktifkan oleh
spermatozoa. Larva adalah stadium tertentu dari perkembangan individu yang
memiliki pola perkembangan tidak langsung. Perkembangan tidak langsung adalah
pola perkembangan hewan yang dalam tahapan atau stadium hidupnya memiliki
tahapan bentuk larva yang memiliki perkembangan postanal yang melibatkan satu
atau lebih tahapan bentuk larva. Larva secara umum memiliki dua bentuk, yaitu
radial simetri dan bilateral simetri. Larva berasal dari sel telur yang dibuahi
atau biasanya disebut zigot. Sel tunggal zigot selanjutnya akan berkembang
melalui cara cleavage, yaitu pembelahan mitosis biasa dari sel dalam stadium
awal perkembangan (Costa, 2009).
Sel
telur ikan memiliki inti dan sitoplasma sel beserta organel-organel sel,
seperti hewan pada umumnya, sel telur ikan juga memiliki cadangan makanan dan
memiliki mikrofil. Perkembangan telur ikan sangat dipengaruhi oleh kandungan
oksigen yang optimal, kandungan karbondioksida dan racun minimal, serta harus bebas
dari musuh-musuh telur yaitu bakteri, jamur, dan zooplankton. Telur biasanya
ditemukan mati pada saat tahapan morulla atau embrio. Sebab-sebab kematian
telur pada umumnya adalah kekurangan oksigen, temperature yang tidak cocok dan
serangan bakteri (Effendi, 2002).
Ikan
nilem atau dalam bahasa ilmiah disebut Ostechilus
hasselti, ikan yang hidup atau bergerak pada daerah sungai-sungai berarus
deras. Telur yang baik adalah telur yang berwarna transparan. Telur dari hewan
yang bertulang belakang, secara umum dapat dibedakan berdasarka kandungan
kuning telur dalam sitoplasmanya (Effendi, 2002), yaitu :
1.
Telur Homolecithal (isolecithal)
Golongan
telur ini hanya terdapat pada mamalia. Jumlah kuning telurnya hanya sedikit
terutama dalam bentuk butir-butir lemak dan kuning telur yang terbesar di dalam
sitoplasma.
2.
Telur Telolecithal
Golongan
telur ini terdapat sejumlah kuning telur yang berkumpul pada saat satu
kutubnya. Ikan tergolong hewan yang mempunyai jenis telur tersebut. Telur ikan
itu dapat dikelompokan berdasarkan sifat-sifat yang lain, yaitu :
Sistem pengelompokan
berdasarkan jumlah kuning telurnya :
a.
Oligolechital : Telur dengan kuning telur
sangat sedikit jumlahnya, contoh ikan Amphioxus.
b.
Telolechital : Telur dengan ukuran kuning telur
lebih banyak dari oligolechital. Umumnya jenis telur ini banyak dijumpai di
daerah empat musim, contoh ikan Sturgeon.
c.
Makrolecithal : Telur dengan kuning telur
relatif banyak dan keping sitoplasma di bagian kutub animanya. Telur semacam
ini banyak terdapat pada kebanyakan ikan.
Sistem yang berdasarkan
jumlah kuning telur namun dikelaskan lebih lanjut berdasarkan berat jenisnya :
a.
Non Bouyant : telur yang tenggelam ke dasar
saat dikeluarkan dari induknya. Contoh telur ikan trout dan ikan salmon.
b.
Semi Bouyant : telur tenggelam ke dasar
perlahan-perlahan, mudah tersangkut dan umunya telur berukuran kecil, contoh
telur ikan coregonus.
c.
Terapung : telur dilengkapi dengan butir minyak
yang esar sehingga dapat terapung. Umumnya terdapat pada ikan-ikan yang hidup
di laut.
Telur
ikan teleostei air tawar bersifat adesif yaitu melekat dalam subtrat. Hal ini
disebabkan adanya lapisan pelekat yang mengandung glukoprotein pada telur yang
telah matang. Lapisan ini tidak terdapat pada telur yang belum matang. Apabila
telah berada dalam air, telur akan segera mulai mengembang. Air masuk diantara
cangkang dan inti, sehingga ruang perivitelin akan mengembang, dan mikrofil
akan menutup dalam waktu satu menit sehingga tidak ada sperma yang dapat masuk
lagi. Perkembangan telur terjadi dalam waktu satu sampai dua jam, selanjutnya
telur akan mengeras dalam air (Ardias, 2008).
Telur
dikeluarkan ke dalam air, maka fertilitasnya mulai berkurang, bahkan dalam
waktu yang sangat singkat dan akhirnya hilang sama sekali. Laju penurunan
fertilitas telur sangat berbeda pada ikan yang berbeda, tergantung pada media
dan kondisi dimana telur tersebut dikeluarkan. Daya tahan telur ikan akan
hilang disebabkan karena media telur berbeda dengan cairan indung telur setelah
ovulasi (Ardias, 2008).
Fase-fase
pembangunan antara penetasan ikan dan seksual kedewasaan. Embrio awal
perkembangan ikan dimulai saat pembuahan (fertilisasi) sebuah sel telur oleh
sel sperma yang membentuk zygot. Gametogenesia merupakan fase akhir
perkembangan individu dan persiapan untuk generasi berikutnya. Proses
perkembangan yang berlangsung dari gametogenesis sampai dengan membentuk zygot
disebut progenesis. Proses selanjutnya disebut embriogenesis yang mencakup
pembelahan sel zygot, blastulasi, gastrulasi, dan neurulasi. Proses selanjutnya
adalah organogenesis, yaitu pembentukan alat-lat (organ) tubuh. Embriologi
mencakup proses perkembangan setelah fertilisasi sampai dengan organogenesis
sebelum menetas atau lahir (Bolle, 2009).
Cleavage
yaitu tahapan proses pembelahan sel. Proses ini berjalan teratur dan berakhir
hingga mencapai blastulasi. Bisa juga dikatakan proses pembelahan sel yang
terus menerus hingga terbentuk bulatan, seperti bola yang di dalamnya berisi
rongga Gastrulasi merupakan proses kelanjutan blastulasi. Hasil proses ini
adalah terbentuknya tiga lapisan, yaitu ektoderm, modeterm, dan entoderm.
Organogenesis adalah tahapan dimana terjadi pembentukan organ-organ, tubuh dari
tiga lapisan diatas, yaitu ektoderm, metoderm, dan entoderm. Setiap lapisan
membentuk organ yang berbeda. Ektoderm membentuk lapisan pada gigi, mata dan
saraf pendengaran. Mesoderm membentuk sistem respirasi, pericranial,
peritonial, hati dan tulang. Sedangkan entoderm membentuk sel kelamin dan
kelenjar endokrin (Isau, 2011).
II. MATERI DAN METODE
3.1 Materi
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
: jarum pentul, mikroskop, botol film, mikrometer objektif dan okuler, dan alat
tulis.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu telur ikan Nilem (Osteochilus hasselti) , larutan
formalin, dan larutan gilson.
3.2 Metode
Langkah
pertama dalam meneliti morfologi telur, metode kerja yang pertama sampel telur
diambil sebanyak 10 butir telur. Bentuk, kondisi kulit telur, dan warna telur
diamati dengan menggunakan mikroskop. Diameter telur sebanyak 10 butir diukur
dengan menghimpitkan mikrometer mikrometer objektif dan okuler. Dengan bantuan
kamera ambil gambar telur, selanjutnya telur di awetkan dengan larutan
formalin, larutan gilson, dan pendinginan, kemudian data dicatat secermat
mungkin.
3.3 Waktu dan Tempat
Praktikum
dilaksanakan hari Minggu 19 Oktober 2014 di laboratorium Pemanfaatan Sumberdaya
Perairan, Jurusan Perikanan dan Kelautan, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Telur Ke-
|
Warna
|
Bentuk
|
Skala ( µm )
|
Kalibrasi
( µm )
|
Diameter
( µm )
|
1
|
Kuning Emas
|
Bulat
|
47
|
0,0288
|
1,35
|
2
|
Hitam Keruh
|
Bulat
|
34
|
0,0288
|
0,97
|
3
|
Kuning Kehitaman
|
Bulat
|
41
|
0,0288
|
1,18
|
4
|
Kuning Cerah
|
Bulat
|
46
|
0,0288
|
1,32
|
5
|
Bening
|
Bulat
|
45
|
0,0288
|
1,29
|
6
|
Bening
|
Bulat
|
51
|
0,0288
|
1,46
|
7
|
Kuning Cerah
|
Bulat
|
49
|
0,0288
|
1,41
|
8
|
Kuning Pekat
|
Bulat
|
54
|
0,0288
|
1,55
|
9
|
Bening
|
Bulat
|
54
|
0,0288
|
1,55
|
10
|
Kuning Pekat
|
Oval
|
0,0288
|
1,35
|
Telur Ke-
|
Warna
|
Bentuk
|
Skala
( µm )
|
Kalibrasi
( µm )
|
Diameter
( µm )
|
1
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
27
|
0,0288
|
0,78
|
2
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
29
|
0,0288
|
0,72
|
3
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
25
|
0,0288
|
0,84
|
4
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
26
|
0,0288
|
0,75
|
5
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
27
|
0,0288
|
0,78
|
6
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
25
|
0,0288
|
0,72
|
7
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
24
|
0,0288
|
0,69
|
8
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
25
|
0,0288
|
0,72
|
9
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
24
|
0,0288
|
0,69
|
10
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
27
|
0,0288
|
0,78
|
Telur Ke-
|
Warna
|
Bentuk
|
Skala
( µm )
|
Kalibrasi
( µm )
|
Diameter
( µm )
|
1
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
39
|
0,0288
|
1,12
|
2
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
38
|
0,0288
|
1,09
|
3
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
38
|
0,0288
|
1,09
|
4
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
32
|
0,0288
|
0,92
|
5
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
43
|
0,0288
|
1,24
|
6
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
46
|
0,0288
|
1,32
|
7
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
57
|
0,0288
|
1,64
|
8
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
51
|
0,0288
|
1,47
|
9
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
45
|
0,0288
|
1,30
|
10
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
32
|
0,0288
|
0,92
|
Telur Ke-
|
Warna
|
Bentuk
|
Skala
( µm )
|
Kalibrasi
( µm )
|
Diameter
( µm )
|
1
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
27
|
0,0288
|
0,78
|
2
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
29
|
0,0288
|
0,72
|
3
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
25
|
0,0288
|
0,84
|
4
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
26
|
0,0288
|
0,75
|
5
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
27
|
0,0288
|
0,78
|
6
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
25
|
0,0288
|
0,72
|
7
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
24
|
0,0288
|
0,69
|
8
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
25
|
0,0288
|
0,72
|
9
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
24
|
0,0288
|
0,69
|
10
|
Coklat Tua
|
Bulat
|
27
|
0,0288
|
0,78
|
4.2 Pembahasan
Berdasarkan
hasil praktikum, diketahui telur jenis ikan sampel tersebut polytelolechital
karena mengandung sejumlah kuning telur yang lebih banyak. Diameter telur yang
dibuahi dan tidak dibuahi akan mengalami suatu proses perkembangan dari sel ke
sel. Perbedaan warna telur pada setiap spesies jenis ikan menunjukkan bahwa
setiap telur ikan mempunyai ciri khas bentuk dan warna yang berbeda dengan
telur ikan yang lain (Rowe, 2008). Menurut hasil dari data praktikum yang telah
dilakukan dapat diketahui bahwa ikan nilem memiliki tiga jenis bentuk telur
yaitu bulat, oval, dan tidak beraturan. Memiliki warna yang berbeda-beda
diantaranya berwarna cokelat, cokelat gelap/kehitaman, cokelat transparan dan
kuning transparan. Telur dari ikan ± 30 butir telur yang dijadikan sampel.
Effendi
(2002) menyatakan bahwa macam-macam telur dibagi berdasarkan kualitas kulit
luarnya yaitu :
1.
Non Adhesive : telur sedikit adhesive pada
waktu pengerasan cangkangnya, namun kemudian setelah itu telur sama sekali
tidak menempel pada apapun juga, contoh telur ikan salmon.
2.
Adhesive : setelah proses pengerasan cangkang,
telur bersifat lengket sehingga akan mudah menempel pada daun, akar dan
sebagainya, contoh telur ikan mas (Cyprinus
carpio).
3.
Bertangkai : telur ini merupakan keragaman dari
telur adhesive, terdapat suatu bentuk tangkai kecil untuk menempelkan telur
pada substrat.
4.
Telur Berenang : terdapat filamen yang panjang
untuk menempel pada substrat atau filament tersebut untuk membantu telur
terapung sehingga sampai ke tempat yang ditempelinya, contoh telur ikan hiu (Scylliohinus sp.)
5.
Gumpalan Lendir : telur-telur diletakkan pada
rangkaian lendir atau gumpalan lendir, contoh telur ikan lele.
Struktur
umum telur pada berbagai jenis ikan berbentuk memanjang walaupun demikian, terdapat
juga bentuk lain misalnya pada ikan salmon dan ikan cap yang berbentuk bulat.
Telur ikan dibungkus oleh membran tipis semi transparan (kantung telur), dan
berisi cairan telur yang berupa koloid dari protein dengan butiran-butiran
lemak dan inti sel. Pada beberapa jenis ikan, kantong telur terdiri atas 3
lapisan, yaitu membran padat di bagian luar, lapisan tengah dan lapisan sebelah
dalam yang agak lunak. Pada bagian antara kantong dan telur, terdapat pigmen
yang membuat telur menjadi berwarna (Zaitsev et al., 1969 ; Rosmawati Peranginangin, 2008).
Data
pengambilan sampel telur diambil dari dari berbagai jenis pengawetan,
diantaranya pengawetan dengan formalin, pengawetan dengan larutan gilson, dan
dengan pendinginan. Fiksasi umumnya hanya diberikan pada potongan kecil organ
yang akan diteliti secara mikroskopis. Modifikasi pada konsentrasi larutan dan
teknik penggunaannya banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti berdasarkan pengalaman
masing-masing peneliti. Contoh organ yang digunakan adalah gonad. Organ ini
merupakan organ yang paling sering dipakai dalam penelitian ikan yang
berhubungan dengan penelitian jenis kelamin, penentuan tingkat kematangan dan
memperkirakan fekunditas. Laevastu (1965) dalam
Syahailatua dan Pradina (1996) menganjurkan penggunaan formalin 4% dan Fleming (1987)
menyatakan bahwa teknik fiksasi yang terbaik untuk menghitung telur dalam gonad
ikan salmon adalah memasukkan ovari segar ke dalam larutan formalin 5%. Selain
itu Thomas (1989) dalam Syahailatua
dan Pradina (1996) membekukan ovari dan untuk memulainya analisisnya, sampel
dimasukkan (90-95OC) sebelum dimasukkan ke dalam larutan formalin
4%. Pengawetan dengan larutan gilson,
gonad tersebut diawetkan dengan larutan Gilson dengan tujuan untuk melarutkan
dinding gonad sehingga butiran telur terlepas. Larutan gilson dapat melarutkan
jaringan-jaringan pembungkus telur sehingga memudahkan dalam perhitungan
butir-butir telur (Fahry Unus dan Sharifuddin, 2010).
Morfologi
telur erat kaitannya dengan fekunditas. Dalam menghitung fekunditas, yang
dihitung adalah telur-telur yang benar-benar sudah matang, ini berarti
butiran-butiran telur sudah standar ukurannya (Mujimin, 2008). Berhubungan
dengan fekunditas lokasi dan kelimpahan telur ikan memberikan informasi
mengenai waktu dan lokasi kegiatan pemijahan, dan dapat memberikan perikanan
independen perkiraan biomassa pemijahan. Namun, nilai penuh telur dan survei
larva sangat dibatasi karena banyak spesies telur dan larva secara morfologis
mirip, membuat spesies tingkat identifikasi sulit (Lani dan Burton, 2011).
Diameter
telur ada hubungannya dengan fekunditas. Makin banyak telur yang dipijahkan,
maka ukuran diameter telurnya makin kecil, demikian pula sebaliknya (Tang dan
Affandi, 2001 ; Fahry Unus dan Sharifuddin, 2010). Hal itni juga ditemukan oleh
Wootton (1998) bahwa ikan yang memiliki diamter telur lebih kecil biasanya
mempunyai fekunditas yang lebih banyak, sedangkan yang memiliki diameter telur
yang besar cenderung memiliki fekunditas yang rendah. Semakin besar ukuran
diameter akan semakin baik, karena dalam telur tersebut tersedia makanan
cadangan sehingga ikan akan dapat bertahan lebih lama. Larva yang berasal dari
telur yang besar memiliki keuntungan karena memiliki cadangan kuning telur yang
lebih banyak sebagai sumber energi sebelum memperoleh makanan dari luar. Ukuran
diameter telur dapat menentukan kualitas yang berhubungan dengan kandungan
kuning telur dimana telur yang berukuran besar juga dapat menghasilkan larva
yang berukuran besar. Effendi (1997) menyatakan bahwa semakin berkembang gonad,
maka ukuran diameter telur yang ada didalamnya semakin besar sebagai hasil
pengendapan kuning telur yang ada di dalamnya semakin besar sebagai hasil
pengendapan kuning telur, hidrasi, dan pembentukan butir-butir minyak (Fahry
Unus dan Sharifuddin, 2010).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
:
1.
Berdasarkan kualitas kulit luarnya ikan nilem
termasuk dalam kelompok adhesif, karena bersifat lengket, bentuk telur berbeda-beda,
yaitu bulat dan oval.
2.
Ikan nilem (Osteochilus
hasselti) mempunyai struktur telur yang tidak terlalu kecil, telur ikan
nilem tidak mudah rusak dan mampu bertahan lebih lama dibandingkan ikan ikan
yang lain, Warna telur ikan nilem berbeda-beda yaitu cokelat tua, cokelat
gelap/kehitaman, kuning kehitaman, kuning keemasan, dan bening.
3.
Diameter telur lebih kecil biasanya mempunyai
fekunditas yang lebih banyak, sedangkan yang memiliki diameter telur yang besar
cenderung memiliki fekunditas yang rendah.
4.
Semakin besar ukuran diameter telur akan
semakin baik, karena dalam tersebut tersedia makanan cadangan sehingga larva
ikan akan dapat bertahan lebih lama.
5.2 Saran
Hendaknya praktikan telah memperhatikan tingkat
ketelitian dalam setiap praktikum.
KENAPA GK ADA DAFTAR PUSTAKANYA ??
BalasHapus